Jumat, 24 Desember 2021

Peran Apoteker dalam Vaksinasi Covid 19

Program Vaksinasi merupakan program pemerintah dalam menanggulangi Pandemi Covid 19. Program ini bisa berjalan atas dukungan dari semua tenaga kesehatan dan masyarakat. Salah satu tenaga kesehatan yang turut andil dan berperan penting adalah tenaga Apoteker. Program vaksinasi ini bertujuan untuk membantu mengurangi dan menahan penyebaran Covid 19 di Indonesia. 

Apoteker memiliki beberapa peranan penting dalam menyukseskan program vaksinasi Covid 19 dari pemerintah. Peran yang pertama yaitu bagi apoteker yang ada di Industri Farmasi. Bagi apoteker yang bekerja di Industri Farmasi memiliki tanggung jawab dalam penyediaan vaksin baik impor ataupun produksi sendiri. Hal ini tentunya apoteker berperan penting dalam produksi, pengawasan mutu (QC) dan pemastian mutu (QA) untuk memastikan vaksin tersebut bermutu, berkhasiat dan aman. Selain itu bagi apoteker yang ada di bagian distribusi dan Instalasi Farmasi Kabupaten, Apoteker berperan penting dalam penanganan sediaan farmasi mulai dari kedatangan, penyimpanan dan distribusi ke fasilitas pelayanan kefarmasian (puskesmas dan Pustu). Apoteker harus memastikan bahwa Vaksin Covid 19 harus disimpan sesuai klaim penyimpanannya agar stabilitasnya tetap terjaga. Bagi Apoteker yang ada di bagian pelayanan kefarmasian berperan langsung dalam melayani masyarakat bekerjasama dengan tenaga medis dan kesehatan lainnya. 

Apoteker juga harus memberikan komunikasi vaksinasi kepada masyarakat. Komunikasi ini bertujuan untuk memberikan motivasi kepada masyarakat agar mau melakukan vaksinasi. Hal ini harus dilakukan berdasarkan fakta dan data ilmiah. Selain itu, Apoteker juga harus ikut dalam pelaporan jika terjadi kejadian ikutan pasca vaksinasi agar segera bisa ditangani. Apabila apoteker dan tenaga medis serta tenaga kesehatan lain bisa berperan maksimal dalam program vaksinasi dan didukung oleh masyarakat maka program vaksinasi ini kemungkinan bisa berjalan dengan lancar agar Pandemi Covid 19 bisa segera berakhir.


Sabtu, 10 Desember 2016

Hilangnya Keadilan

Hilangnya Keadilan

Kejam...begitu kejam negeri ini..
Kebenaran terlihat samar...
Tertutup kabut ... Terhapus hujan...
Hati anak manusia berteriak dan menjerit dengan kerasnya...
Ketika uang menutup mata...
Logika bisa diputar seperti rotasi bumi..
Kebohongan terlihat kebenaran...
Lihatlah..
Apa yang kau lakukan untuk mereka yang tak berdosa...
Hina terlihat hina meski pakaianmu terbuat dari sutra...
Miskin terlihat miskin meski uangmu tak habis untuk anak cucumu...
Hati nuranimu kosong...
Kosong tiada isi ...
Ahh...ngerinya kau..
Melihat kebenaran yang kau balik menjadi kebohongan..
Meneteskan air mata suci para pencari kebenaran...
Membuat tawa insan-insan yang kotor berdiri dengan sombongnya...
Keadilan lenyap terbawa arus sungai yang mengalir dengan derasnya...

Karya : Yeni Nur Cahyani., S.Farm., Apt.

Mengenal Radikal Bebas

Mengenal Radikal Bebas

Oksigen merupakan atom yang sangat reaktif sehingga mampu menjadi
bagian dari molekul yang berpotensi menyebabkan kerusakan yang biasa disebut radikal bebas. Radikal bebas dapat menyerang sel-sel tubuh yang sehat, akibatnya sel-sel tersebut kehilangan struktur dan fungsinya (Percival, 1998). Radikal bebas adalah molekul dengan elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat tidak stabil dan bereaksi cepat dengan senyawa lain serta berusaha menangkap elektron untuk memperoleh stabilitas (Sarma et al., 2010). Secara teoritis, radikal bebas dapat terbentuk bila terjadi pemisahan ikatan kovalen. Radikal bebas dianggap berbahaya karena sangat reaktif dalam upaya mendapatkan pasangan elektronnya dan dapat
terbentuk radikal bebas baru dari atom atau molekul yang elektronnya terambil untuk berpasangan dengan radikal bebas sebelumnya. Oleh karena sifatnya yang sangat reaktif dan gerakannya yang tidak beraturan, maka apabila terjadi di dalam tubuh makhluk hidup akan menimbulkan kerusakan di berbagai bagian sel (Muhilal, 1991).
Oksigen yang sangat reaktif dan oksidasi dari protein, lemak, dan unsur lain
dalam tubuh akan menghasilkan radikal bebas ini. Selain itu, radikal bebas juga
disebabkan oleh pengaruh lingkungan seperti produk samping dari industri plastik, ozon atmosfer, asap knalpot kendaraan, dan asap rokok. Kerusakan sel akibat radikal bebas tampaknya menjadi kontributor utama terjadi penuaan dan berbagai penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit jantung, katarak, penurunan sistem kekebalan
tubuh, dan disfungsi otak (Percival, 1998 ; Tambayong, 2000). Pembentukan radikal bebas dikendalikan secara alami oleh berbagai senyawa bermanfaat yang dikenal sebagai antioksidan. Apabila ketersediaan antioksidan terbatas, maka kerusakan ini dapat menjadi akumulatif dan melemahkan fungsi sel-sel tubuh. Pada serangan awal, radikal bebas dapat dinetralkan tetapi radikal bebas lain yang terbentuk dalam proses dapat menyebabkan terjadinya reaksi berantai (Percival, 1998).

Sumber :

Percival, M. 1998. Antioxidants. Clinical Nutrition Insights, 31 : 1-4.

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Muhilal. 1991. Teori radikal bebas dalam gizi dan kedokteran. Cermin Dunia
Kedokteran, 73 : 9-11.

Sarma, A. D., Mallick, A. R., & Ghosh, A. K. 2010. Free Radicals and Their Role in
Different Clinical Conditions: An Overview. International Journal of Pharma
Sciences and Researc, 3 : 185-192.

Tinjauan Umum Spektrofotometri UV-Vis

Tinjauan Umum Spektrofotometri UV-Vis


Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah berdasarkan absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan
yang akan ditentukan konsentrasinya. Jika panjang gelombang yang digunakan
adalah gelombang cahaya tampak maka disebut sebagai kolorimetri karena
memberikan warna. Selain gelombang cahaya tampak, spektrofotometri juga
menggunakan panjang gelombang pada gelombang ultraviolet dan inframerah.
Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan
sebanding dengan konsentrasi kontaminan dalam pelarut (Lestari, 2009). Prinsip ini
dijabarkan dalam Hukum Lambert-Beer yang menghubungkan antara absorbansi
cahaya dengan konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi, berdasarkan
persamaan berikut:
A = log (Iin/Iout) = (1/T) = a.b.c
Dimana : A = absorbansi
Iin = intensitas cahaya yang masuk
Iout = intensitas cahaya yang keluar
T = transmitan
a = tetapan absorpsivitas molar
b = ketebalan sel
c = konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi
yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190 - 380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulja & Suharman, 1995). Semua molekul dapat mengabsorbsi radiasi dalam daerah UV-tampak karena
mereka mengandung elektron, baik sekutu ataupun menyendiri, yang dapat
dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang di mana
absorbsi itu terjadi, bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam molekul itu. Elektron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat dengan kuat dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek, untuk eksitasinya (Day & Underwood, 2002). Ketika sampel menyerap energi, atom atau molekul pada keadaan dasar (energi yang lebih rendah / ground state) akan menuju daerah dengan energi yang lebih tinggi (daerah tereksitasi / excited state).

Pelarut yang digunakan pada spektrofotometri UV-Vis tidak boleh menyerap radiasi ultraviolet pada daerah yang sama dengan spektrum substansi yang sedang ditentukan. Selain itu, senyawa yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri
UV-Vis harus memiliki gugus kromofor. Gugus kromofor terdiri dari gugus tidak
jenuh kovalen atau memiliki ikatan rangkap terkonjugasi. Gugus kromofor
mengabsorpsi sinar ultraviolet dan sinar tampak. Contoh dari kromofor adalah
benzena. Substituen yang meningkatkan intensitas absorpsi disebut auksokrom.
Substituen ini tidak mengalami penyerapan radiasi ultraviolet tetapi kehadirannya
memodifikasi absorpsi kromofor. Auksokrom meliputi -OH, -OR, -X, atau -NH2 (Pavia et al., 2001).
Pengukuran absorbansi atau transmitasi dalam spektroskopi ultraviolet dan
daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia
(Khopkar, 2010). Analisis kuantitatif dilakukan dengan pembuatan kurva kalibrasi
atau dengan menggunakan rumus Lambert-Beer. Jika absorbansi di plot terhadap konsentrasi, maka diperoleh garis lurus. Grafik ini dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi senyawa dalam sampel. Perubahan intensitas warna
sebanding dengan konsentrasi (Lestari, 2009).
Alat yang digunakan untuk analisis spektrofotometri adalah spektrofotometer.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer
dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak
yang kontinu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko atau pembanding (Khopkar, 2010).
a. Sumber Radiasi
Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorbsi adalah lampu
wollfram. Arus cahaya tergantung pada tegangan lampu. Lampu hidrogen atau
lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV. Kebaikan lampu
wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai
panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat digunakan
transformator. Jika potensial tidak stabil akan didapatkan energi yang bervariasi
(Khopkar, 2010).
b. Monokromator
Digunakan untuk sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa
prisma atau grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari
hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka
prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan λ yang diinginkan.
Ada dua tipe prisma yaitu susunan cornu dan susunan littrow (Khopkar, 2010).
c. Sel absorbsi
Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat
digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV harus menggunakan sel
kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet
adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil atau lebih besar dapat digunakan. Sel yang
biasa digunakan berbentuk persegi tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan
(Khopkar, 2010).
d. Detektor
Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang. Macam-macam deteksi yang telah digunakan paling meluas
didasarkan pada perubahan fotokimia (terutama fotografi), efek fotolistrik, dan
efek termolistrik. Secara umum detektor fotolistrik digunakan dalam daerah
tampak dan ultraviolet (Khopkar, 2010 ; Day & Underwood, 2002 ).

Sumber :
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.

Day, R. A & Underwood, A. L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta : Erlangga

Lestari, F. 2007. Bahaya Kimia : Sampling & Pengukuran kontaminan Kimia di
Udara. Jakarta : EGC.

Pavia, D. L., Lampman, G. M., Kriz, G. S., & Vyvyan, J. R. 2001. Introduction to
Spectroscopy. Edisi ke-4. Washington : Departement of Chemistry Western
Washington University.

Mengenal Kopi

Kopi


1. Sejarah
Tanaman kopi bukan merupakan tanaman asli Indonesia melainkan jenis tanaman yang berasal dari Afrika. Penyebaran tanaman kopi bermula pada 800 sebelum masehi di benua Afrika. Saat itu, tanaman kopi banyak dijumpai tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi Ethiopia. Seiring dengan popularitas minuman kopi yang mendunia, penyebaran tanaman kopi meluas ke negara-negara Arab, Eropa,
Asia dan Amerika. Di Indonesia, bibit kopi arabika pertama kali ditanam pada zaman
kolonial Belanda, sekitar tahun 1600-an. Pada tahun 1711, melalui perusahaan
dagang Belanda / VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), ekspor kopi pertama dikirim dari Pulau Jawa ke Benua Eropa. Sejak itu, Indonesia dikenal sebagai negara yang membudidayakan tanaman kopi secara luas, di luar Arab dan Ethiopia.
Perdagangan kopi sempat dimonopoli oleh VOC sekitar tahun 1725 sampai 1780.
Pada tahun 1920, penanaman kopi mulai dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil di Indonesia. Perkembangan areal perkebunan kopi semakin pesat setelah Indonesia merdeka, yakni mencakup area luar Jawa, seperti Aceh, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan daerah lainnya (Anggara & Marini, 2011). Awalnya kopi yang ditanam adalah kopi arabika dimana menghasilkan keuntungan yang melimpah. Namun belum sampai puncaknya, tiba-tiba terjadi serangan penyakit daun yang sangat ganas yang menimbulkan banyak kerugian. Serangan yang sangat parah adalah perkebunan di dataran rendah, sedang yang terdapat di dataran tinggi dengan ketinggian 1.000-1.700 meter dari permukaan laut sampai sekarang masih bisa bertahan. Sehingga disimpulkan jenis arabika ini tidak cocok apabila ditanam di dataran rendah. Tahun 1900, Linden mengirimkan kopi canephora ke jawa yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama kopi robusta dari Brussel. Ternyata kopi robusta ini tumbuh baik serta lebih tahan terhadap serangan penyakit daun Hemileia vastatrix, walaupun tidak 100%. Sejak awal abad ke XX, Indonesia menghasilkan kopi arabika yang termashyur di pasaran dunia
dengan sebutan Java Coffea, akhirnya beralih pula kepada kopi robusta. Sejak itu
apabila orang berbicara tentang kopi Indonesia, maka yang dimaksud pada umumnya adalah kopi Robusta (AAK, 1988).
2.1.2 Klasifikasi
Sistematika tanaman kopi menurut Integrated Taxonomic Information System
(2011) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Infradivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Rubiaceace
Genus : Coffea
Spesies :
- Kopi Robusta : Coffea canephora Peirre ex Froehner
- Kopi Arabika : Coffea arabica L.
2.1.3 Morfologi
Tanaman kopi tumbuh tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat
mencapai tinggi 12 meter. Secara alami, tanaman kopi memiliki akar tunggang
sehingga tidak mudah rebah. Namun, akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh
tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan yang batang bawahnya merupakan semaian (Najiyati & Danarti, 2001). Morfologi tanaman kopi
dapat dilihat pada gambar 2.1.
Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun.
Bunga kopi berukuran kecil, mahkotanya berwarna putih dan berbau harum
semerbak. Kelopak bunga berwarna hijau, pangkalnya menutupi bakal buah yang
mengandung dua bakal biji. Benang sarinya terdiri dari 5-7 tangkai yang berukuran
pendek (Najiyati & Danarti, 2001). Buah terdiri dari daging buah dan biji. Daging
buah terdiri atas 3 bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging
(mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis tetapi keras. Buah kopi
umumnya mengandung dua butir biji tetapi kadang-kadang hanya mengandung 1
butir biji atau bahkan tidak berbiji sama sekali (Najiyati & Danarti, 2001).
Daun arabika kurus, memanjang, lebih tebal, mengkilap dan berwarna gelap
hijau atau kecoklatan. Warna dan ketebalan daun arabika bervariasi dengan usia dan
status gizi. Daun robusta lebih besar daripada arabika. Daun robusta bergelombang di
bagian sisinya, berwarna hijau agak terang dan meruncing di bagian ujungnya.
Bagian bawah daun kopi memiliki bukaan mikroskopis kecil yang disebut stomata
yang digunakan untuk pertukaran gas. Melalui lubang ini tanaman dapat mengambil
CO2 dan mengeluarkan O2 dan uap air. Sisi atas daun juga memiliki stomata, tetapi
relatif sedikit dibandingkan bagian bawah. Daun tumbuh dan tersusun secara
berdampingan di ketiak batang, cabang dan ranting. Sepasang daun terletak di bidang
yang sama di cabang dan ranting yang tumbuh mendatar (Kuit et al., 2004 ;
Panggabean, 2011). Morfologi daun kopi arabika dan robusta dapat dilihat pada
gambar 2.2.
Daun kopi berdasarkan umurnya diketahui terdiri dari daun muda dan daun tua.
Daun muda merupakan daun yang masih memiliki penampilan mengkilap yang
berumur sekitar 10-30 hari. Daun tua merupakan daun yang dibentuk pada musim tanam sebelumnya, umurnya bervariasi sekitar 6 sampai 12 bulan (Kushalappa & Eskes, 1989). Menurut Salgado et al. (2008), daun muda adalah daun yang berwarna hijau terang dan teksturnya lembut yang tumbuh pada cabang plagiotrop yang terletak di bagian tengah pohon kopi. Daun muda terletak pada pasangan pertama
daun kopi. Daun tua adalah daun yang berwarna hijau tua dan teksturnya kasar yang
tumbuh pada cabang plagiotrop yang terletak di bagian tengah pohon kopi.

2.1.4 Tanaman Kopi Arabika
Tanaman kopi arabika dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 700-1.700
meter dari permukaan laut, suhu 16-20oC dan beriklim kering tiga bulan secara
berturut-turut. Kopi arabika menguasai sekitar 70 % pasar kopi dunia dan telah
dibudidayakan di berbagai negara, terutama di negara beriklim tropis atau subtropis. Tanaman kopi arabika memiliki tinggi antara 7-12 meter. Kelemahan kopi yaitu rentan terhadap penyakit karat daun/Hemelia Vastatrix (Anggara & Marini, 2011). Tanaman kopi arabika tidak tahan dingin dan suhu minimum harus di atas 4 -
5°C. Suhu optimum untuk budidaya tumbuhan kopi arabika adalah kisaran 18-25°C. Perbungaan dimulai setelah hujan pertama dan pematangan buah memerlukan periode
kering yang bisa sampai 5 bulan. Rentang pH optimum adalah 5,4 - 6,0 (Kuit et al.,
2004).
2.1.5 Tanaman Kopi Robusta
Tanaman kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada 1898 dan mulai
masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Walaupun kualitas buahnya lebih rendah
daripada kopi arabika, produksinya bisa lebih tinggi dari kopi arabika jika dikelola
secara intensif. Keunggulan lain dari tanaman kopi robusta diantaranya lebih resiten
terhadap serangan hama dan penyakit (khususnya penyakit Hemelia Vastatrix) dan
mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian 400 - 700 meter dari permukaan laut
(Anggara & Martini, 2011).
2.1.6 Fitokimia
Kopi arabika memiliki banyak kandungan kimia pada bijinya seperti tanin,
alkaloid, flavonoid, koumarin, kuinon, fenol, dan minyak atsiri (Gunalan et al.,
2012). Sedangkan kopi robusta mengandung karbohidrat, senyawa nitrogen (protein,
asam amino bebas, kafein, lemak (minyak kopi, diterpen), mineral, asam, dan ester
(asam klorogenat, asam kuinat) (Farah, 2012). Dari penelitian Salgado et al. (2008)
menunjukkan bahwa kandungan fenol banyak ditemukan pada daun kopi arabika.

Sumber :

Farah, A. 2012. Coffee constituents in Coffee: Emerging Health Effects and Disease revention. First Edition. United Kingdom : Blackwell Publishing Ltd.

Salgado, P. R., Favarin, J. L., Leandro, R. A., & Filho, O. F, L. 2008. Total Phenol
Concentrations in Coffee Tree Leaves during Fruit Development. Scientia and
Agricola, 65 (4) : 354-359.

Gunalan, G., Myla, N. & Balabhaskar, R. 2012. In Vitro Antioxidant Analysis of
Selected Coffee Bean Varieties. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research, 4 (4) : 2126-2132.

Anggara, A. & Marini, S. 2011. Kopi Si Hitam Menguntungkan, Budi Daya dan
Pemasaran. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Kuit, M., Thiet, N. V., & Jansen, D. 2004. Manual forArabica Cultivation. Vietnam :
Tan Lam Agricultural Product Joint Stock Company.

AAK, 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta : Kanisius.

Najiyati & Danarti. 2001. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Guedline Diabetes Mellitus Dipiro


Sumber : Dipiro

CPOB

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Indonesia

Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 yaitu sebagai berikut :
1. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi
2. Memiliki rencana investasi
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
4. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1988
5. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secaratetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia,masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggungjawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB
6. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkansetelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
Salah satu persyaratan di atas menyebutkan bahwa industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988. Oleh sebab itu, CPOB merupakan pedoman yang penting bagi industri farmasi.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. CPOB dibuat untuk meminimalkan risiko pada produk farmasi antara lain: kontaminasi, gangguan kesehatan bahkan kematian; label yang tidak benar; bahan aktif yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, berakibat pengobatan tidak efektif atau menimbulkan efek samping. Prosedur tertulis dari setiap proses produksi merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi kualitas akhir produk.
CPOB bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Dalam kurun waktu antara penerapan CPOB yang pertama hingga CPOB ketiga tentunya terdapat banyak perubahan-perubahan yang harus dihadapi industri farmasi. CPOB yang baru merupakan hasil dari penyempurnaan dari CPOB yang sebelumnya. Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2012 meliputi 12 bab dan 14 aneks. Di bawah ini merupakan 12 bab pada CPOB tahun 2012, antara lain :
1. Manajemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
Sedangkan 14 aneks yang ada pada CPOB tahun 2012 antara lain :
1. Pembuatan Produk Steril
2. Pembuatan Obat Produk Biologi
3. Pembuatan Gas Medisinal
4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol)
5. Pembuatan Produk dari Darah atau Plasma Manusia
6. Pembuatan Obat Investigasi untuk Uji Klinis
7. Sistem Komputerisasi
8. Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik
9. Pembuatan Radiofarmaka
10. Penggunaan Radiasi Pengion dalam Pembuatan Obat
11. Sampel Pembanding dan Sampel Pertinggal
12. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik
13. Pelulusan Parametris
14. Manajemen Risiko Mutu
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam CPOB meliputi personalia yang terlibat dalam industri farmasi, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan keluhan obat dan obat kembalian, penarikan kembali obat, dan dokumentasi. Ketentuan-ketentuan ini menjamin proses produksi obat yang berkualitas, bermutu, aman, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Aspek yang dijelaskan pada CPOB 2012 secara rinci dapat dilihat sebagai berikut.

1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu antara lain :
1. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.
2. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan tinggi sehingga produk atau jasa pelayanan yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Dalam manajemen mutu, pemastian mutu merupakan hal yang penting. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu merupakan totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya dan persyaratan dalam izin edar serta spesifikasi produk.
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Manajemen risiko mutu juga perlu untuk dilakukan.  Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk.

2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing, memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantum-kan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 menyebutkan bahwa industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Semua personil harus memahami prinsip CPOB dan memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu. Selain itu, personil hendaklah memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional sebagaimana mestinya. Tugas dan kewenangan dari tiap personil tersebut hendaknya tercantum dalam uraian tertulis. Tugas masing-masing personil tersebut boleh diwakilkan kepada seseorang yang memiliki tingkat kualifikasi yang memadai.

3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk serta didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering, dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan.
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah pencampurbauran dan pencemaran silang. Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini:

Catatan:
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril.
Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril.
Bangunan suatu industri farmasi bagian dalam misalnya ruangan seperti dinding, lantai dan langit-langit hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaan yang rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
CPOB bagian peralatan ini, mencakup desain dan konstruksi, pemasangan dan penempatan, serta perawatan. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai dengan tujuannya. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi dan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

5. Sanitasi dan Higienis
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Sanitasi dan higienis yang diatur dalam pedoman CPOB yaitu higiene perorangan, sanitasi bangunan dan fasilitas, pembersihan dan sanitasi peralatan. Prosedur pembersihan dan sanitasi divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur agar selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Prinsip utama produksi yaitu adanya keseragaman atau homogenitas produk dari bets ke bets serta proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi. Sedangkan hakekat produksi adalah sebagai berikut:
1. Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisis saja, tetapi ditentukan oleh keseluruhan proses produksi (built in process)
2. Adanya prosedur baku (standar) untuk setiap langkah (tahapan) proses produksi dengan persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten
Ruangan steril, ruangan penyangga, ruangan ganti pakaian steril dan ruangan ganti pakaian biasa atau ruangan produksi lain hendaklah memiliki perbedaaan tekanan udara 10-15 Pa. Tekanan udara dalam ruangan yang memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap suatu produk hendaklah selalu lebih tinggi dari pada ruangan lain.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:
1. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya
2. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi, dokumentasi, dan produksi
3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan
4. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang ditetapkan
Area laboratorium pengujian mutu hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi agar terbebas dari sumber cemaran maupun getaran yang dapat berpengaruh terhadap hasil pengujian. Laboratorium fisiko-kimia, mikrobiologi, dan kimia hendaklah terpisah satu sama lain karena perbedaan jenis pengujian, peralatan dan bahan-bahan penguji yang terdapat di setiap laboratorium. Kegiatan bagian pengawasan mutu yang dipersyaratkan dalam CPOB adalah sebagai berikut:
1. Penanganan baku pembanding
2. Penyusunan spesifikasi dan prosedur pengujian
3. Penanganan contoh pertinggal
4. Validasi
5. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi meliputi spesifikasi, pengambilan contoh, pengujian untuk bahan-bahan tersebut, serta in process control
6. Pengujian ulang bahan yang diluluskan
7. Pengujian stabilitas
8. Penilaian terhadap supplier
9. Penanganan terhadap keluhan produk dan produk kembalian

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu Dan Audit & Persetujuan Pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.
Persetujuan pemasok hendaknya dibuat untuk dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dan dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas. Selain itu, hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi diharapkan mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara teratur.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk Dan Penarikan Kembali Produk
Personil yang bertanggung jawab hendaklah ditunujk untuk menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang memadai untuk membantunya. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup:
- tindakan perbaikan bila diperlukan;
- penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersang-kutan; dan
- tindakan lain yang tepat.
Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk.Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Penanganan semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan.
Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, mengenai kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan.

10. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas. Selain itu, dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir.

11. Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).
Pemberi kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Sedangkan penerima kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya.

12. Kualifikasi dan Validasi
CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas serta mencakup sekurang-kurangnya kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol, laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, serta acuan dokumen yang digunakan. RIV dapat dibuat tersendiri untuk suatu proyek besar dan/atau kompleks, misalnya bangunan dan fasilitas baru, sistem HVAC, sistem pengolahan air dan sistem komputerisasi, fasilitas betalaktam, fasilitas steril, validasi metode analisis, validasi pembersihan atau digabungkan ke dalam satu dokumen RIV.
Kualifikasi dibedakan atas :
1. Kualifikasi Desain
Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru
2. Kualifikasi Instalasi
Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi
3. Kualifikasi Operasional
Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui
4. Kualifikasi Kinerja
Kualifikasi kinerja dilakukan setelah kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional dilaksanakan, dikaji, dan disetujui
5. Kualifikasi Fasilitas, Peralatan, dan Sistem Terpasang yang telah Operasional.
Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas variabel kritis pengoperasian alat. Selain itu, kalibrasi, prosedur pengoperasian, pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan operator hendaklah didokumentasikan.
Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Selain itu, proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif).
Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi. Pada validasi ulang, fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang signifikan terhadap status validasi, peninjauan dengan bukti bahwa fasilitas, sistem, peralatan dan proses memenuhi persyaratan yang ditetapkan akan kebutuhan revalidasi. Metode analisis juga perlu dilakukan validasi. Tujuan validasi metode analisis adalah untuk menunjukkan bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Perlu dipertimbangkan tabel mengenai karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar.

Sumber : CPOB