Sabtu, 10 Desember 2016

Hilangnya Keadilan

Hilangnya Keadilan

Kejam...begitu kejam negeri ini..
Kebenaran terlihat samar...
Tertutup kabut ... Terhapus hujan...
Hati anak manusia berteriak dan menjerit dengan kerasnya...
Ketika uang menutup mata...
Logika bisa diputar seperti rotasi bumi..
Kebohongan terlihat kebenaran...
Lihatlah..
Apa yang kau lakukan untuk mereka yang tak berdosa...
Hina terlihat hina meski pakaianmu terbuat dari sutra...
Miskin terlihat miskin meski uangmu tak habis untuk anak cucumu...
Hati nuranimu kosong...
Kosong tiada isi ...
Ahh...ngerinya kau..
Melihat kebenaran yang kau balik menjadi kebohongan..
Meneteskan air mata suci para pencari kebenaran...
Membuat tawa insan-insan yang kotor berdiri dengan sombongnya...
Keadilan lenyap terbawa arus sungai yang mengalir dengan derasnya...

Karya : Yeni Nur Cahyani., S.Farm., Apt.

Mengenal Radikal Bebas

Mengenal Radikal Bebas

Oksigen merupakan atom yang sangat reaktif sehingga mampu menjadi
bagian dari molekul yang berpotensi menyebabkan kerusakan yang biasa disebut radikal bebas. Radikal bebas dapat menyerang sel-sel tubuh yang sehat, akibatnya sel-sel tersebut kehilangan struktur dan fungsinya (Percival, 1998). Radikal bebas adalah molekul dengan elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat tidak stabil dan bereaksi cepat dengan senyawa lain serta berusaha menangkap elektron untuk memperoleh stabilitas (Sarma et al., 2010). Secara teoritis, radikal bebas dapat terbentuk bila terjadi pemisahan ikatan kovalen. Radikal bebas dianggap berbahaya karena sangat reaktif dalam upaya mendapatkan pasangan elektronnya dan dapat
terbentuk radikal bebas baru dari atom atau molekul yang elektronnya terambil untuk berpasangan dengan radikal bebas sebelumnya. Oleh karena sifatnya yang sangat reaktif dan gerakannya yang tidak beraturan, maka apabila terjadi di dalam tubuh makhluk hidup akan menimbulkan kerusakan di berbagai bagian sel (Muhilal, 1991).
Oksigen yang sangat reaktif dan oksidasi dari protein, lemak, dan unsur lain
dalam tubuh akan menghasilkan radikal bebas ini. Selain itu, radikal bebas juga
disebabkan oleh pengaruh lingkungan seperti produk samping dari industri plastik, ozon atmosfer, asap knalpot kendaraan, dan asap rokok. Kerusakan sel akibat radikal bebas tampaknya menjadi kontributor utama terjadi penuaan dan berbagai penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit jantung, katarak, penurunan sistem kekebalan
tubuh, dan disfungsi otak (Percival, 1998 ; Tambayong, 2000). Pembentukan radikal bebas dikendalikan secara alami oleh berbagai senyawa bermanfaat yang dikenal sebagai antioksidan. Apabila ketersediaan antioksidan terbatas, maka kerusakan ini dapat menjadi akumulatif dan melemahkan fungsi sel-sel tubuh. Pada serangan awal, radikal bebas dapat dinetralkan tetapi radikal bebas lain yang terbentuk dalam proses dapat menyebabkan terjadinya reaksi berantai (Percival, 1998).

Sumber :

Percival, M. 1998. Antioxidants. Clinical Nutrition Insights, 31 : 1-4.

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Muhilal. 1991. Teori radikal bebas dalam gizi dan kedokteran. Cermin Dunia
Kedokteran, 73 : 9-11.

Sarma, A. D., Mallick, A. R., & Ghosh, A. K. 2010. Free Radicals and Their Role in
Different Clinical Conditions: An Overview. International Journal of Pharma
Sciences and Researc, 3 : 185-192.

Tinjauan Umum Spektrofotometri UV-Vis

Tinjauan Umum Spektrofotometri UV-Vis


Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah berdasarkan absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan
yang akan ditentukan konsentrasinya. Jika panjang gelombang yang digunakan
adalah gelombang cahaya tampak maka disebut sebagai kolorimetri karena
memberikan warna. Selain gelombang cahaya tampak, spektrofotometri juga
menggunakan panjang gelombang pada gelombang ultraviolet dan inframerah.
Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan
sebanding dengan konsentrasi kontaminan dalam pelarut (Lestari, 2009). Prinsip ini
dijabarkan dalam Hukum Lambert-Beer yang menghubungkan antara absorbansi
cahaya dengan konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi, berdasarkan
persamaan berikut:
A = log (Iin/Iout) = (1/T) = a.b.c
Dimana : A = absorbansi
Iin = intensitas cahaya yang masuk
Iout = intensitas cahaya yang keluar
T = transmitan
a = tetapan absorpsivitas molar
b = ketebalan sel
c = konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi
yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190 - 380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulja & Suharman, 1995). Semua molekul dapat mengabsorbsi radiasi dalam daerah UV-tampak karena
mereka mengandung elektron, baik sekutu ataupun menyendiri, yang dapat
dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang di mana
absorbsi itu terjadi, bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam molekul itu. Elektron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat dengan kuat dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek, untuk eksitasinya (Day & Underwood, 2002). Ketika sampel menyerap energi, atom atau molekul pada keadaan dasar (energi yang lebih rendah / ground state) akan menuju daerah dengan energi yang lebih tinggi (daerah tereksitasi / excited state).

Pelarut yang digunakan pada spektrofotometri UV-Vis tidak boleh menyerap radiasi ultraviolet pada daerah yang sama dengan spektrum substansi yang sedang ditentukan. Selain itu, senyawa yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri
UV-Vis harus memiliki gugus kromofor. Gugus kromofor terdiri dari gugus tidak
jenuh kovalen atau memiliki ikatan rangkap terkonjugasi. Gugus kromofor
mengabsorpsi sinar ultraviolet dan sinar tampak. Contoh dari kromofor adalah
benzena. Substituen yang meningkatkan intensitas absorpsi disebut auksokrom.
Substituen ini tidak mengalami penyerapan radiasi ultraviolet tetapi kehadirannya
memodifikasi absorpsi kromofor. Auksokrom meliputi -OH, -OR, -X, atau -NH2 (Pavia et al., 2001).
Pengukuran absorbansi atau transmitasi dalam spektroskopi ultraviolet dan
daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia
(Khopkar, 2010). Analisis kuantitatif dilakukan dengan pembuatan kurva kalibrasi
atau dengan menggunakan rumus Lambert-Beer. Jika absorbansi di plot terhadap konsentrasi, maka diperoleh garis lurus. Grafik ini dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi senyawa dalam sampel. Perubahan intensitas warna
sebanding dengan konsentrasi (Lestari, 2009).
Alat yang digunakan untuk analisis spektrofotometri adalah spektrofotometer.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer
dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak
yang kontinu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko atau pembanding (Khopkar, 2010).
a. Sumber Radiasi
Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorbsi adalah lampu
wollfram. Arus cahaya tergantung pada tegangan lampu. Lampu hidrogen atau
lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV. Kebaikan lampu
wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai
panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat digunakan
transformator. Jika potensial tidak stabil akan didapatkan energi yang bervariasi
(Khopkar, 2010).
b. Monokromator
Digunakan untuk sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa
prisma atau grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari
hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka
prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan λ yang diinginkan.
Ada dua tipe prisma yaitu susunan cornu dan susunan littrow (Khopkar, 2010).
c. Sel absorbsi
Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat
digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV harus menggunakan sel
kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet
adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil atau lebih besar dapat digunakan. Sel yang
biasa digunakan berbentuk persegi tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan
(Khopkar, 2010).
d. Detektor
Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang. Macam-macam deteksi yang telah digunakan paling meluas
didasarkan pada perubahan fotokimia (terutama fotografi), efek fotolistrik, dan
efek termolistrik. Secara umum detektor fotolistrik digunakan dalam daerah
tampak dan ultraviolet (Khopkar, 2010 ; Day & Underwood, 2002 ).

Sumber :
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.

Day, R. A & Underwood, A. L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta : Erlangga

Lestari, F. 2007. Bahaya Kimia : Sampling & Pengukuran kontaminan Kimia di
Udara. Jakarta : EGC.

Pavia, D. L., Lampman, G. M., Kriz, G. S., & Vyvyan, J. R. 2001. Introduction to
Spectroscopy. Edisi ke-4. Washington : Departement of Chemistry Western
Washington University.

Mengenal Kopi

Kopi


1. Sejarah
Tanaman kopi bukan merupakan tanaman asli Indonesia melainkan jenis tanaman yang berasal dari Afrika. Penyebaran tanaman kopi bermula pada 800 sebelum masehi di benua Afrika. Saat itu, tanaman kopi banyak dijumpai tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi Ethiopia. Seiring dengan popularitas minuman kopi yang mendunia, penyebaran tanaman kopi meluas ke negara-negara Arab, Eropa,
Asia dan Amerika. Di Indonesia, bibit kopi arabika pertama kali ditanam pada zaman
kolonial Belanda, sekitar tahun 1600-an. Pada tahun 1711, melalui perusahaan
dagang Belanda / VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), ekspor kopi pertama dikirim dari Pulau Jawa ke Benua Eropa. Sejak itu, Indonesia dikenal sebagai negara yang membudidayakan tanaman kopi secara luas, di luar Arab dan Ethiopia.
Perdagangan kopi sempat dimonopoli oleh VOC sekitar tahun 1725 sampai 1780.
Pada tahun 1920, penanaman kopi mulai dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil di Indonesia. Perkembangan areal perkebunan kopi semakin pesat setelah Indonesia merdeka, yakni mencakup area luar Jawa, seperti Aceh, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan daerah lainnya (Anggara & Marini, 2011). Awalnya kopi yang ditanam adalah kopi arabika dimana menghasilkan keuntungan yang melimpah. Namun belum sampai puncaknya, tiba-tiba terjadi serangan penyakit daun yang sangat ganas yang menimbulkan banyak kerugian. Serangan yang sangat parah adalah perkebunan di dataran rendah, sedang yang terdapat di dataran tinggi dengan ketinggian 1.000-1.700 meter dari permukaan laut sampai sekarang masih bisa bertahan. Sehingga disimpulkan jenis arabika ini tidak cocok apabila ditanam di dataran rendah. Tahun 1900, Linden mengirimkan kopi canephora ke jawa yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama kopi robusta dari Brussel. Ternyata kopi robusta ini tumbuh baik serta lebih tahan terhadap serangan penyakit daun Hemileia vastatrix, walaupun tidak 100%. Sejak awal abad ke XX, Indonesia menghasilkan kopi arabika yang termashyur di pasaran dunia
dengan sebutan Java Coffea, akhirnya beralih pula kepada kopi robusta. Sejak itu
apabila orang berbicara tentang kopi Indonesia, maka yang dimaksud pada umumnya adalah kopi Robusta (AAK, 1988).
2.1.2 Klasifikasi
Sistematika tanaman kopi menurut Integrated Taxonomic Information System
(2011) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Infradivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Rubiaceace
Genus : Coffea
Spesies :
- Kopi Robusta : Coffea canephora Peirre ex Froehner
- Kopi Arabika : Coffea arabica L.
2.1.3 Morfologi
Tanaman kopi tumbuh tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat
mencapai tinggi 12 meter. Secara alami, tanaman kopi memiliki akar tunggang
sehingga tidak mudah rebah. Namun, akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh
tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan yang batang bawahnya merupakan semaian (Najiyati & Danarti, 2001). Morfologi tanaman kopi
dapat dilihat pada gambar 2.1.
Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun.
Bunga kopi berukuran kecil, mahkotanya berwarna putih dan berbau harum
semerbak. Kelopak bunga berwarna hijau, pangkalnya menutupi bakal buah yang
mengandung dua bakal biji. Benang sarinya terdiri dari 5-7 tangkai yang berukuran
pendek (Najiyati & Danarti, 2001). Buah terdiri dari daging buah dan biji. Daging
buah terdiri atas 3 bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging
(mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis tetapi keras. Buah kopi
umumnya mengandung dua butir biji tetapi kadang-kadang hanya mengandung 1
butir biji atau bahkan tidak berbiji sama sekali (Najiyati & Danarti, 2001).
Daun arabika kurus, memanjang, lebih tebal, mengkilap dan berwarna gelap
hijau atau kecoklatan. Warna dan ketebalan daun arabika bervariasi dengan usia dan
status gizi. Daun robusta lebih besar daripada arabika. Daun robusta bergelombang di
bagian sisinya, berwarna hijau agak terang dan meruncing di bagian ujungnya.
Bagian bawah daun kopi memiliki bukaan mikroskopis kecil yang disebut stomata
yang digunakan untuk pertukaran gas. Melalui lubang ini tanaman dapat mengambil
CO2 dan mengeluarkan O2 dan uap air. Sisi atas daun juga memiliki stomata, tetapi
relatif sedikit dibandingkan bagian bawah. Daun tumbuh dan tersusun secara
berdampingan di ketiak batang, cabang dan ranting. Sepasang daun terletak di bidang
yang sama di cabang dan ranting yang tumbuh mendatar (Kuit et al., 2004 ;
Panggabean, 2011). Morfologi daun kopi arabika dan robusta dapat dilihat pada
gambar 2.2.
Daun kopi berdasarkan umurnya diketahui terdiri dari daun muda dan daun tua.
Daun muda merupakan daun yang masih memiliki penampilan mengkilap yang
berumur sekitar 10-30 hari. Daun tua merupakan daun yang dibentuk pada musim tanam sebelumnya, umurnya bervariasi sekitar 6 sampai 12 bulan (Kushalappa & Eskes, 1989). Menurut Salgado et al. (2008), daun muda adalah daun yang berwarna hijau terang dan teksturnya lembut yang tumbuh pada cabang plagiotrop yang terletak di bagian tengah pohon kopi. Daun muda terletak pada pasangan pertama
daun kopi. Daun tua adalah daun yang berwarna hijau tua dan teksturnya kasar yang
tumbuh pada cabang plagiotrop yang terletak di bagian tengah pohon kopi.

2.1.4 Tanaman Kopi Arabika
Tanaman kopi arabika dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 700-1.700
meter dari permukaan laut, suhu 16-20oC dan beriklim kering tiga bulan secara
berturut-turut. Kopi arabika menguasai sekitar 70 % pasar kopi dunia dan telah
dibudidayakan di berbagai negara, terutama di negara beriklim tropis atau subtropis. Tanaman kopi arabika memiliki tinggi antara 7-12 meter. Kelemahan kopi yaitu rentan terhadap penyakit karat daun/Hemelia Vastatrix (Anggara & Marini, 2011). Tanaman kopi arabika tidak tahan dingin dan suhu minimum harus di atas 4 -
5°C. Suhu optimum untuk budidaya tumbuhan kopi arabika adalah kisaran 18-25°C. Perbungaan dimulai setelah hujan pertama dan pematangan buah memerlukan periode
kering yang bisa sampai 5 bulan. Rentang pH optimum adalah 5,4 - 6,0 (Kuit et al.,
2004).
2.1.5 Tanaman Kopi Robusta
Tanaman kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada 1898 dan mulai
masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Walaupun kualitas buahnya lebih rendah
daripada kopi arabika, produksinya bisa lebih tinggi dari kopi arabika jika dikelola
secara intensif. Keunggulan lain dari tanaman kopi robusta diantaranya lebih resiten
terhadap serangan hama dan penyakit (khususnya penyakit Hemelia Vastatrix) dan
mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian 400 - 700 meter dari permukaan laut
(Anggara & Martini, 2011).
2.1.6 Fitokimia
Kopi arabika memiliki banyak kandungan kimia pada bijinya seperti tanin,
alkaloid, flavonoid, koumarin, kuinon, fenol, dan minyak atsiri (Gunalan et al.,
2012). Sedangkan kopi robusta mengandung karbohidrat, senyawa nitrogen (protein,
asam amino bebas, kafein, lemak (minyak kopi, diterpen), mineral, asam, dan ester
(asam klorogenat, asam kuinat) (Farah, 2012). Dari penelitian Salgado et al. (2008)
menunjukkan bahwa kandungan fenol banyak ditemukan pada daun kopi arabika.

Sumber :

Farah, A. 2012. Coffee constituents in Coffee: Emerging Health Effects and Disease revention. First Edition. United Kingdom : Blackwell Publishing Ltd.

Salgado, P. R., Favarin, J. L., Leandro, R. A., & Filho, O. F, L. 2008. Total Phenol
Concentrations in Coffee Tree Leaves during Fruit Development. Scientia and
Agricola, 65 (4) : 354-359.

Gunalan, G., Myla, N. & Balabhaskar, R. 2012. In Vitro Antioxidant Analysis of
Selected Coffee Bean Varieties. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research, 4 (4) : 2126-2132.

Anggara, A. & Marini, S. 2011. Kopi Si Hitam Menguntungkan, Budi Daya dan
Pemasaran. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Kuit, M., Thiet, N. V., & Jansen, D. 2004. Manual forArabica Cultivation. Vietnam :
Tan Lam Agricultural Product Joint Stock Company.

AAK, 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta : Kanisius.

Najiyati & Danarti. 2001. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Guedline Diabetes Mellitus Dipiro


Sumber : Dipiro

CPOB

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Indonesia

Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 yaitu sebagai berikut :
1. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi
2. Memiliki rencana investasi
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
4. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1988
5. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secaratetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia,masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggungjawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB
6. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkansetelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
Salah satu persyaratan di atas menyebutkan bahwa industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988. Oleh sebab itu, CPOB merupakan pedoman yang penting bagi industri farmasi.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. CPOB dibuat untuk meminimalkan risiko pada produk farmasi antara lain: kontaminasi, gangguan kesehatan bahkan kematian; label yang tidak benar; bahan aktif yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, berakibat pengobatan tidak efektif atau menimbulkan efek samping. Prosedur tertulis dari setiap proses produksi merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi kualitas akhir produk.
CPOB bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Dalam kurun waktu antara penerapan CPOB yang pertama hingga CPOB ketiga tentunya terdapat banyak perubahan-perubahan yang harus dihadapi industri farmasi. CPOB yang baru merupakan hasil dari penyempurnaan dari CPOB yang sebelumnya. Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2012 meliputi 12 bab dan 14 aneks. Di bawah ini merupakan 12 bab pada CPOB tahun 2012, antara lain :
1. Manajemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
Sedangkan 14 aneks yang ada pada CPOB tahun 2012 antara lain :
1. Pembuatan Produk Steril
2. Pembuatan Obat Produk Biologi
3. Pembuatan Gas Medisinal
4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol)
5. Pembuatan Produk dari Darah atau Plasma Manusia
6. Pembuatan Obat Investigasi untuk Uji Klinis
7. Sistem Komputerisasi
8. Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik
9. Pembuatan Radiofarmaka
10. Penggunaan Radiasi Pengion dalam Pembuatan Obat
11. Sampel Pembanding dan Sampel Pertinggal
12. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik
13. Pelulusan Parametris
14. Manajemen Risiko Mutu
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam CPOB meliputi personalia yang terlibat dalam industri farmasi, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan keluhan obat dan obat kembalian, penarikan kembali obat, dan dokumentasi. Ketentuan-ketentuan ini menjamin proses produksi obat yang berkualitas, bermutu, aman, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Aspek yang dijelaskan pada CPOB 2012 secara rinci dapat dilihat sebagai berikut.

1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu antara lain :
1. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.
2. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan tinggi sehingga produk atau jasa pelayanan yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Dalam manajemen mutu, pemastian mutu merupakan hal yang penting. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu merupakan totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya dan persyaratan dalam izin edar serta spesifikasi produk.
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Manajemen risiko mutu juga perlu untuk dilakukan.  Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk.

2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing, memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantum-kan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 menyebutkan bahwa industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Semua personil harus memahami prinsip CPOB dan memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu. Selain itu, personil hendaklah memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional sebagaimana mestinya. Tugas dan kewenangan dari tiap personil tersebut hendaknya tercantum dalam uraian tertulis. Tugas masing-masing personil tersebut boleh diwakilkan kepada seseorang yang memiliki tingkat kualifikasi yang memadai.

3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk serta didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering, dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan.
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah pencampurbauran dan pencemaran silang. Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini:

Catatan:
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril.
Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril.
Bangunan suatu industri farmasi bagian dalam misalnya ruangan seperti dinding, lantai dan langit-langit hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaan yang rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
CPOB bagian peralatan ini, mencakup desain dan konstruksi, pemasangan dan penempatan, serta perawatan. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai dengan tujuannya. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi dan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

5. Sanitasi dan Higienis
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Sanitasi dan higienis yang diatur dalam pedoman CPOB yaitu higiene perorangan, sanitasi bangunan dan fasilitas, pembersihan dan sanitasi peralatan. Prosedur pembersihan dan sanitasi divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur agar selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Prinsip utama produksi yaitu adanya keseragaman atau homogenitas produk dari bets ke bets serta proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi. Sedangkan hakekat produksi adalah sebagai berikut:
1. Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisis saja, tetapi ditentukan oleh keseluruhan proses produksi (built in process)
2. Adanya prosedur baku (standar) untuk setiap langkah (tahapan) proses produksi dengan persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten
Ruangan steril, ruangan penyangga, ruangan ganti pakaian steril dan ruangan ganti pakaian biasa atau ruangan produksi lain hendaklah memiliki perbedaaan tekanan udara 10-15 Pa. Tekanan udara dalam ruangan yang memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap suatu produk hendaklah selalu lebih tinggi dari pada ruangan lain.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:
1. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya
2. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi, dokumentasi, dan produksi
3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan
4. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang ditetapkan
Area laboratorium pengujian mutu hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi agar terbebas dari sumber cemaran maupun getaran yang dapat berpengaruh terhadap hasil pengujian. Laboratorium fisiko-kimia, mikrobiologi, dan kimia hendaklah terpisah satu sama lain karena perbedaan jenis pengujian, peralatan dan bahan-bahan penguji yang terdapat di setiap laboratorium. Kegiatan bagian pengawasan mutu yang dipersyaratkan dalam CPOB adalah sebagai berikut:
1. Penanganan baku pembanding
2. Penyusunan spesifikasi dan prosedur pengujian
3. Penanganan contoh pertinggal
4. Validasi
5. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi meliputi spesifikasi, pengambilan contoh, pengujian untuk bahan-bahan tersebut, serta in process control
6. Pengujian ulang bahan yang diluluskan
7. Pengujian stabilitas
8. Penilaian terhadap supplier
9. Penanganan terhadap keluhan produk dan produk kembalian

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu Dan Audit & Persetujuan Pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.
Persetujuan pemasok hendaknya dibuat untuk dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dan dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas. Selain itu, hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi diharapkan mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara teratur.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk Dan Penarikan Kembali Produk
Personil yang bertanggung jawab hendaklah ditunujk untuk menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang memadai untuk membantunya. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup:
- tindakan perbaikan bila diperlukan;
- penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersang-kutan; dan
- tindakan lain yang tepat.
Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk.Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Penanganan semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan.
Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, mengenai kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan.

10. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas. Selain itu, dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir.

11. Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).
Pemberi kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Sedangkan penerima kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya.

12. Kualifikasi dan Validasi
CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas serta mencakup sekurang-kurangnya kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol, laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, serta acuan dokumen yang digunakan. RIV dapat dibuat tersendiri untuk suatu proyek besar dan/atau kompleks, misalnya bangunan dan fasilitas baru, sistem HVAC, sistem pengolahan air dan sistem komputerisasi, fasilitas betalaktam, fasilitas steril, validasi metode analisis, validasi pembersihan atau digabungkan ke dalam satu dokumen RIV.
Kualifikasi dibedakan atas :
1. Kualifikasi Desain
Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru
2. Kualifikasi Instalasi
Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi
3. Kualifikasi Operasional
Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui
4. Kualifikasi Kinerja
Kualifikasi kinerja dilakukan setelah kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional dilaksanakan, dikaji, dan disetujui
5. Kualifikasi Fasilitas, Peralatan, dan Sistem Terpasang yang telah Operasional.
Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas variabel kritis pengoperasian alat. Selain itu, kalibrasi, prosedur pengoperasian, pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan operator hendaklah didokumentasikan.
Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Selain itu, proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif).
Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi. Pada validasi ulang, fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang signifikan terhadap status validasi, peninjauan dengan bukti bahwa fasilitas, sistem, peralatan dan proses memenuhi persyaratan yang ditetapkan akan kebutuhan revalidasi. Metode analisis juga perlu dilakukan validasi. Tujuan validasi metode analisis adalah untuk menunjukkan bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Perlu dipertimbangkan tabel mengenai karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar.

Sumber : CPOB


Penjelasan rambut, shampo dan formulasinya

KONDISI FISIOLOGIS ATAU PATOGIS
1. Kerusakan rambut
Serat rambut berisi sebuah korteks pusat yang sebagian besar merupakan serat, dikelilingi 8-10 lapisan sel yang tumpang tindih dan disebut kutikula. Korteks bertanggung jawab atas kekuatan rambut sedangkan daerah kutikula mempengaruhi hair feel, kilau, dan kemampuan untuk disisir.
Fungsi utama dari pengkondisian yaitu untuk memproteksi bagian struktural rambut, khususnya kutikula dari kerusakan. Kerusakan ini ditandai oleh menipisnya rambut, pecah-pecah, dan lepasnya sel kutikula. Hal tersebut merupakan tanda yang kebanyakan ditemukan pada permukaan rambut yang rusak.
Sebuah contoh yang sedikit ekstrim dari kerusakan saat menyisir dapat dilihat pada gambar 1 yang menunjukkan hasil dari sebuah percobaan pada sebuah rambut yang dicuci dengan sampo kemudian disisir 700 kali ketika masih basah. Rambut pada keadaan basah akan lebih rapuh. Menyisir pada kondisi ini akan menghasilkan kerusakan yang besar. Hal ini dapat dilihat dari luasnya kutikula yang rusak dan banyak sel yang terangkat dari permukaan. Pada bagian-bagian tertentu juga terlihat beberapa sel  benar-benar robek.
 Kemampuan agen pengkondisian untuk memproteksi rambut dari berbagai kerusakan yang dapat dilihat pada gambar 2. Pada gambar 2 menunjukkan hasil dari percobaan menyisir rambut sebanyak 700 kali pada keadaan basah setelah dicuci dengan sampo bersama pengkondisian. Pada kondisi ini agen pengkondisian pada sampo mengurangi kerusakan yang disebabkan olen penyisiran. Pada permukaan rambut dapat dilihat sedikit menipis dan sedikit terpecah.
a. Kerusakan rambut dan permukaan kutikula
Kerentanan serat rambut terhadap kerusakan membutuhkan jenis pengkondisian yang efektif untuk mencegahnya. Oleh karena itu kita perlu mengetahui tentang agen pengkondisian yang dibutuhkan pada permukaan rambut dan bagaimana pengaruhnya.
Virgin hair adalah rambut yang tidak mendapatkan perawatan dengan bahan kimia tertentu. Permukaan kutikula dari virgin hair pada kondisi yang baik adalah hidrofobik. Rambut juga memiliki struktur protein dan berisi muatan negatif hidrofilik. Campuran dari sifat hidrofilik dan hidrofobik akan membutuhkan jenis agen pengkondisian yang dapat berikatan dengan rambut.
Muatan negatif pada virgin hair meningkat dari akar ke ujung. Hal ini merupakan hasil dari oksidasi sistin pada rambut menjadi sistin-S-sulfonat dan asam sisteat karena terpapar radiasi sinar UV matahari. Bagian ujung rambut akan lebih tua dari bagian akar.
Selain karena sinar UV, proses menyisir dengan keras juga mampu memberikan kerusakan pada rambut. Gaya yang dihasilkan dari proses menyisir akan meningkat dari akar ke ujung. Oleh karena itu bagian ujung rambut yang lebih tua akan mengalami kerusakan lebih besar. Hal ini akan menyebabkan kerusakan ikatan kovalen lapisan lipid dan memberikan rasa kering di ujung rambut. Oleh karena itu bagian ujung rambut memerlukan lebih pengkondisian. Tanpa pengkondisian yang memadai, lapisan kutikula akan hilang dan patah.
b. Perawatan kimiawi permukaan rambut
Perawatan kimiawi, perming, bleaching, dan pengecatan permanen dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada serat rambut. Selain itu dapat juga menyebabkan kerusakan pada kekuatan rambut itu sendiri. Semua perawatan rambut meliputi tahap oksidasi, memodifikasi permukaan rambut, mengenalkan muatan negatif yang hasilnya berupa oksidasi sistin menjadi asam sisteat. Hal ini dapat merubah permukaan serat rambut dari hidrofobik menjadi hidrofilik.
Semua perawatan juga dapat meningkatkan perubahan permukaan yang menjadikan gaya gesek ketika menyisir lebih besar. Hasilnya adalah rambut terasa kasar dan kering. Oleh karena itu perawatan rambut secara umum membutuhkan lebih  daripada virgin hair.
2. Pembersihan rambut
Rambut dapat menjadi kotor, antara lain dikarenakan proses bawaan kulit kepala, berkeringat, sekresi sebum, pengendapan zat asing yang timbul baik dari pencemaran  lingkungan (debu dan kontaminan udara lainnya) maupun dari sisaproduk penataanrambuts epertiminyak, wax maupun spray rambut. Penghilangan sebum  merupakan kunci utama dalam proses pembersihan rambut.
Kelenjar sebaceous yang melekat pada masing-masing folikel rambut menyediakan pasokan sebum ke permukaan rambut. Ekskresi sebum dipengaruhi oleh hormonal dan mencapai keadaan maksimal pada saat puberitas. Pembersihan yang  memuaskan hanya dapat dicapai dengan menggunakan larutan berair dari deterjen. Dalam arti luas, semua bahan yang digunakan dalam pembersihan adalah air dan pelarutlainnya, sabun dansurfaktan sintetik, garam dan abrasive dapat dianggap sebagai deterjen. Namun istilah 'deterjen' terbatas pada akitvagen permukaan yang ditambahkan untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga efektif dalam membersihkan kotoran.
Senyawa yang mampu menurunkan tegangan permukaan tersebut tersusun atas kelompo khidrofilik dan hidrofobik yang berfungsi sebagai agen pengemulsi. Pada intinya pembersihan kotoran dari rambut sama dengan proses pencucian kain. Tidak ada informasi yang tepat saat ini tersedia untuk mekanisme yang dominan dalam pembersihan rambut. Dalam banyak hal, sebagian besar produk shampoo diformulas ikan untuk bekerja pada kondisi yang beragam dari aksi deterjen, sehingga menjamin keberhasilan pembersihan mereka.

SHAMPO
Pembersihan rambut jelas merupakan unsur dominan kebersihan pribadi dan ketika diperkuat oleh aspek  penampilan menarik makadapat menjadikan stimulus yang kuat dan sangat berharga. Keramas telah menjadi faktor utama dalam menjaga estetika rambut. Shampo memiliki fungsi umum untuk membersihkan rambut minyak berlebih, keringat, maupun sisa produk penata rambut seperti gel dan spray rambut. Proses pembersihan rambut dapat dilakukan rentang waktu  beberapa menit dan  menjadikan  rambut bersih dan bebas dari kusut dan diharapkan dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan ketika muncul banyakbusadanrambut terlihat terwat setelah dibersihkan dan aromanya menyegarkan.

a. Komponen Shampoo
Bahan Shampoo
Shampoo terdiri dari larutan, emulsi, atau dispersi dari satu atau lebih surfaktan dengan beberapa bahan tambahan untuk meningkatkan kinerja dan estetika produk. Komposisi formula sampo terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama terdiri dari surfactant dan co- surfactant sebagai agen surface-active. Bahan tambahan terdiri dari sumber nutrisi, penstabil pH, thickening agent sebagai agen pengontrol viskositas, pengawet untuk stabilisasi produk, fragrance untuk memperkuat karakter produk, dan pelarut.
a. Surfaktan
Surfaktan adalah elektrolit rantai panjang dan biasanya diklasifikasikan menurut sifat gugus hidrofiliknya.
1. Surfaktan Anionik
Sabun adalah garam dari asam lemak dan dahulu biasa digunakan sebagai shampo. Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak, dapat membersihkan dengan baik serta membuat rambut dalam kondisi yang baik. Sementara dalam air keras atau air sadah maka sabun akan sukar berbuih, kalaupun berbuih, buihnya sedikit. Air sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air dengan kadar mineral yang rendah. Surfakatan An-ionik sering disebut sabun adalah surfaktan yang mengandung muatan ion negative.
Alikyl sulfates adalah anion yang sering digunakan pada shampoo , menghasilkan busa yang banyak dan mampu membersihkan tanpa terpengaruh oleh air keras . Lauryl sulfate adalah bahan yang mendominasi disebagian besar formulasi sampo dalam bentuk amonium atau garam trietanol amonium pada tingkat 6 sampai 18 % b / b. Alkyl sulfates pada konsentrasi tinggi cenderungan mengiritasi kulit kepala dan menghilangkan beberapa komponen lemak pada kutikula rambut. Untuk membuat sampo berbasis alkil sulfat ringan maka sering dimodifikasi dengan penambahan surfaktan amfoter.
Alkil eter sulfat adalah produk sulfat dari alkohol lemak teretoksilasi. Alkil eter sulfat lebih larut dalam air dibandingkan alkil sulfat dan merupakan solubilizers yang sangat baik untuk wewangian serta cocok untuk formulasi sampo jernih. Pada konsentrasi yang lebih tinggi akan teretoksilasi dalam sampo bayi.
Sulfonat alfa - olefin adalah campuran kompleks yang dihasilkan dari proses sulfonasi alphaolefins. Deterjen ini berbusa sangat baik pada sebum, efektif pada berbagai pH dan lebih efektif dibandingkan surfaktan lain untuk kulit dan iritasi mata. Surfaktan anionik lainnya meliputi sulfat alkilmonogliserida dan alkil sulfosuccinates.
2. Surfaktan nonionik
Surfaktan Non-ionik adalah surfaktan yang tidak mengandung muatan ion, baik ion negative atau positif (netral). Umumnya, dikombinasikan dengan surfaktan an-ionik. Memiliki daya pembentuk busa yang kecil, merupakan pelarut yang baik dan juga mudah terdispersi. Biasa digunakan untuk pembersih utama.
Beberapa contoh surfaktan nonionuk, seperti : Alkanolamida disusun oleh kondensasi dari asam lemak (biasanya laurat) dan alkanolamina primer atau sekunder. Fungsi dalam formulasi sampo yaitu menstabilkan busa dan meningkatkan konsistensi busa. Aminoksida dibentuk oleh oksidasi lemak amina tersier dan digunakan dalam shampoo terutama pembentuk busa.  Surfaktan terpolietoksilasi merupakan kelompok terbesar surfaktan nonionik dan termasuk turunan teretoksilasi dari alkilfenol, alkohol lemak, ester lemak, dan digliserida. Memiliki daya detersif baik dan sifat pembersihan, tetapi karena sedikit berbusa, penggunaannya telah dibatasi untuk pelarut wewangian sampo dan bahan tambahan oleophilic lainnya.
3. Surfaktan Amphoterik
Sering disebut sebagai amfolitik, surfaktan ini mengandung kationik dan anionik dalam satu molekul. Kekuatan surfaktan tergantung pada pH, sifat mereka,
seperti potensi berbusa, kelarutan. Kebanyakan amphoterics adalah turunan dari imidazolina atau betaine. Mereka cukup kompatibel dengan anionik, nonionik atau surfaktan kationik dan telah banyak digunakan untuk memformulasi sampo bayi dan sebagai agen pengontrol komponen anionik yang dapat mengiritasi.

b. Bahan Tambahan Sampo
Digunakan untuk meningkatkan estetika serta meningkatkan efektifitasnya. Pengental terdiri dari berbagai macam senyawa yang digunakan untuk meningkatkan viskositas formulasi, memodifikasi konsistensi dari cairan kental ke gel. Bahan yang paling sering digunakan adalah elektrolit seperti natrium klorida, alkanolamida dan turunan selulosa yang larut dalam air, seperti karboksimetilselulosa, hidroksietilselulosa, polimer vinil carboksi dari jenis Carbopol, polivinil alkohol, dan getah alam, seperti tragacanth. Magnesium aluminium silikat dapat digunakan sebagai pengental dan agen antiketombe. Bahan opasitas berfungsi untuk memberikan penampilan pearlescent atau buram pada sampo.
Fungsi pengawet adalah untuk menghambat perkembangan bakteri. Contoh pengawet yaitu, formaldehida, metil dan propil parabenes, DMDM hydantoin, quaternium - 15, dan lain-lain. Penambahan alkohol ( etanol , isopropanol ) atau glikol mungkin diperlukan untuk mempertahankan kejernihan shampoo, sementara agen seperti EDTA dapat mencegah pembentukan sabun larut kalsium atau magnesium ketika sampo dibilas ke rambut. FD & C dan D & C merupakan pewarna yang biasanya ditambahkan untuk meningkatkan estetika formulasi sampo.

FORMULASI SHAMPO
1. Shampo khusus
Shampo untuk bayi diharuskan untuk tidak mengiritasi kulit kepala dan mata. kebanyakan shampo untuk bayi menggunakan detergen amfoter. Derivat tersebut seperti imidazoline, betaine, dan sulfobetain biasanya dikombinasikan dengan surfaktan nonionik dari golongan eter alkohol polioksietilasi untuk mendapatkan formula yang tidak pedih.Shampo antiketombe diformulasi untuk menghilangkan dan mengurangi desquamation pada kulit kepala dengan menggunakan bahan uang tepat. Bahan – bahan pada shampo anti ketombe contohnya antimikroba seperti garam amonium kuartener yang berfungsi sebagai agen keratolitikum, contohnya asam salisilat dan sulfur. Bahan antiseborrheic seperti resorsin dan batu arang. Sudah  lebih dari 20 tahun sampo antiketombe mengandung selenium sulfide atau zinc pyrithione sebagai zat aktif antiketombesering digunakan, dilihat dari efikasi produk dan estetika formulasi.
Contoh formulasi sampo pada umumnya

2. Formula Produk
Pada umumnya, formulasi shampo merupakan sistem aqueous yang  sederhana dan karakteristik fisik yang bisa diterima. Selain itu shampo cair yang transparan atau bening memberikan kesan dapat lebih membersihkan, padahal formula yang opaque (buram) dengan viskositas sedikit tinggi (kental) merupakan syarat shampo yang bermutu. Gel transparan biasanya dijual dalam tube yang fleksibel yang mudah digunakan dan dibawa saat berpergian.

EVALUASI DAN KEAMANAN
Sebagai formulator, efektivitas mengembangkan prototipe shampo sedang dievaluasi di laboratorium menggunakan prosedur pengujian yang ditetapkan. Dengan demikian, kemampuan membentuk busa  dan busa karakteristik diukur di hadapan dan tidak adanya sebum, mendapatkan beberapa wawasan ke dalam aspek detersif formula. Sifat rambut keramas, sehubungan dengan berkilau, mudah disisir, bentuk, dan keringanannya, yang dinilai bersama-sama dengan evaluasi subjektif dari penampilan rambut. Potensi keberhasilan formulasi adalah dalam penggunaan di pasaran. Dengan demikian, evaluasi konsumen terhadap produk baik dengan panelis di luar atau di-dalam fasilitas pengujian sangat penting. Preferensi konsumen untuk aroma tertentu adalah sangat penting dan komentar mereka mengenai karakteristik estetika shampo dan nuansa rambut keramas bila dikombinasikan dengan hasil tes laboratorium.
Bahan Shampo tidak menimbulkan bahaya tertentu yang berkaitan dengan kulit atau mata keselamatan. Ketika terkena mata harus mudah dihilangkan dengan pembilasan air. Potensi iritasi beberapa surfaktan telah diteliti. Sebagian besar produsen harus membuat ketentuan untuk mengevaluasi produk mereka untuk kulit dan iritasi mata.

Contoh Formulasi dan Uji secara In Vitro
Bahan dari alam banyak yang bisa dimanfaatkan dalam formulasi shampo. Misalnya jeruk nipis berpengaruh terhadap penyembuhan penyembuhan ketombe kering  di kulit kepala. Contoh lain adalah ekstrak bunga chamomile dengan hidroksi propil metil selulosa bisa digunakan sebagai pengental pada shampo. Pada pemformulasian dilakukan evaluasi dari sampo yang dibuat dengan apegenin yang dijelaskan sebagai berikut.

Pemeriksaan bahan baku
Pemeriksaan kandungan apigenin dalam ekstrak bunga chamomile dilakukan secara kromatografi lapis tipis (KLT) dibandingkan dengan apigenin pembanding. Larutan apigenin pembanding dan larutan ekstrak bunga chamomile ditotolkan sebanyak 10 µl pada fase diam silika gel GF254 dengan jarak rambat 10 cm dan fase gerak toluena-kloroform-aseton (8:5:7). Lempeng dideteksi di bawah sinar ultraviolet 254 nm(6). Terhadap bahan tambahan yang terdiri dari hidroksi propil metil selulosa ((Methocel® F4M), natrium lauroil sarkosinat, asam sitrat, dinatrium EDTA, metil paraben, propil paraben, propilen glikol, PEG-40 hydrogenated castor oil, dilakukan pemeriksaan berdasarkan monografi masing-masing bahan.
Pembuatan dispersi  Methocel® F4M. Methocel® F4M dengan konsentrasi 0,5; 1,0 ;1,5; 2,0; dan 2,5% dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam gelas piala yang berisi air suling panas (suhu 60–70oC) sejumlah 1/3 volume sediaan, sambil diaduk dengan homogenizer pada kecepatan 50, 100, 150, dan 200 rpm selama 30, 60, dan 90 menit. Kemudian, viskositas dan homogenitas larutan Methocel® F4M diukur. Kadar Methocel® F4M, kecepatan dan waktu pengadukan yang menghasilkan viskositas yang optimum serta homogenitas yang maksimal digunakan untuk pembuatan basis sampo.
Formulasi sediaan sampo.
Formula sampo.

Optimasi homogenitas sediaan sampo
 Dispersi Methocel® F4M dicampurkan dengan bahan tambahan lain dan bahan aktif kemudian dihomogenisasi dengan  homogenizer dengan kecepatan 1000, 1100, dan 1200 rpm selama 10 menit, sehingga didapatkan kecepatan  yang optimal untuk menghasilkan sediaan yang homogen dengan tinggi busa minimum.

Pembuatan sediaan sampo
Hidroksi propil metil selulosa (Methocel F4M) didispersikan sedikit demi sedikit dalam air panas (60–70°C), diaduk menggunakan homogenizer dengan kecepatan 100 rpm selama 60 menit sesuai konsentrasi dan didinginkan sampai suhu 20–25oC atau lebih rendah, sehingga dihasilkan larutan hidroksi propil metil selulosa. Natrium lauroil sarkosinat, ekstrak bunga  chamomile, dinatrium EDTA yang telah dilarutkan dalam air, serta metil dan propil paraben yang telah dilarutkan dalam propilen glikol, ditambahkan ke dalam larutan hidroksi propil metil selulosa (Methocel® F4M), dihomogenkan  dengan homogenizer pada kecepatan 1000 rpm dan waktu 10 menit. Parfum frangi pani yang dicampur dengan PEG-40-hydrogenated castor oil ditambahkan ke dalam sediaan tersebut, dihomogenkan dengan homogenizer pada kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Sisa air suling ditambahkan ke dalam sediaan sampai batas tanda di dalam wadah, lalu dihomogenkan dengan homogenizer pada kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Keasaman disesuaikan dengan penambahan asam sitrat tetes demi tetes sampai pH 6,30 menggunakan pH-meter.

Evaluasi sampo
Pengamatan organoleptis
Pengamatan dilakukan terhadap setiap perubahan homogenitas, aroma, dan warna sediaan sampo ekstrak bunga  chamomile. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar (28-30oC), 40oC dan dingin (6-7oC) setiap minggu, selama 6 minggu penyimpanan.

Pengukuran viskositas
Penentuan viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield tipe LV dengan mengamati angka pada skala viskometer dengan kecepatan tertentu. Penentuan sifat alir dilakukan dengan menentukan viskositas pada berbagai kecepatan geser (rpm). Sifat alir ditetapkan dengan cara membuat kurva antara kecepatan geser (rpm) dengan gaya (dyne/cm²), data yang diperoleh diplotkan pada kertas grafik antara gaya (x) dan kecepatan geser (y) kemudian ditentukan sifat alirnya. Pemeriksaan ini dilakukan pada suhu kamar (28-30°C), 40°C dan dingin (6-7°C).

Pengukuran bobot jenis
Bobot  jenis diukur menggunakan piknometer pada suhu  ruang. Bobot jenis dari 0,1% larutan formula diukur untuk menghitung faktor koreksi dalam menentukan tegangan permukaan formula. Pengukuran bobot jenis menggunakan piknometer yang dilengkapi termometer dengan cara sebagai berikut: ditimbang saksama piknometer kosong (A), piknometer berisi air suling (B), dan piknometer berisi 0,1% larutan formula (C). Bobot jenis sediaan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Pengukuran tegangan permukaan
Tegangan permukaan 0,1% larutan sediaan dalam air suling diukur menggunakan alat tensiometer cincin du-Nuoy. Faktor koreksi cincin dihitung dengan bantuan rumus berikut:

OSRuk adalah tegangan permukaan yang belum dikoreksi dalam dyne/cm, D adalah bobot jenis cairan uji dalam g/cm³, dan f adalah faktor koreksi tegangan permukaan. Harga OSRuk yang terukur, dikalikan dengan faktor yang terhitung, menghasilkan tegangan permukaan absolut dalam dyne/cm.

OSabs  adalah tegangan permukaan absolut yang sudah dikoreksi dan f adalah faktor koreksi tegangan permukaan. Pengukuran tinggi busa dalam air suling dan air sadah. Tinggi busa dari 0,1% larutan sediaan dalam air suling diukur menggunakan alat pengukur tinggi busa. Pengukuran dilakukan dengan metode sederhana yang akan memberikan hasil yang dapat disamakan dengan tes Ross Miles, sebagai berikut: Sediaan sampo ekstrak bunga chamomile 0,1% dalam air suling dimasukkan ke dalam gelas ukur tertutup 100 ml dan dikocok selama 20 detik dengan cara membalikkan gelas ukur secara beraturan. Tinggi busa yang terbentuk diamati, dan 5 menit kemudian diamati kembali stabilitasnya. Prosedur pengukuran tinggi busa dalam air sadah serupa  dengan pengukuran tinggi busa dalam air suling, namun air yang digunakan adalah air sadah yang dibuat dengan melarutkan 2,33 g kalsium karbonat dan 1,16 g magnesium karbonat dan ditambahkan asam klorida tetes demi tetes hingga larut, kemudian ditambahkan air suling.

Pengukuran pH
Keasaman  (pH) sediaan diukur menggunakan pH-meter. Sebelumnya, pH-meter dikalibrasi dengan larutan pH 7 (dapar fosfat ekimolal) dan pH 4 (dapar kalium biftalat), kemudian elektroda pH-meter dicelupkan hingga ujung elektroda tercelup semua dalam sediaan dan angka yang terbaca menjadi stabil. Angka yang menunjukkan nilai pH tersebut dicatat.

Kemasan
Kemasan yang digunakan adalah botol kaca tidak tembus cahaya 100 ml.

Dari beberapa evaluasi didapatkan beberapa informasi bahwa komponen aktif dalam ekstrak larut air bunga chamomile, yaitu 1,3,4-trihidroksi flavon atau apigenin, digunakan untuk mencerahkan dan mengkilapkan rambut pirang. Pada penelitian ini akan dibuat sampo cair jernih. Viskositas dan sifat alir yang diharapkan dari sampo mempunyai viskositas yang tinggi dalam wadah tetapi mudah dituang dan tersebar .
Hidroksi propil metil selulosa (HPMC) yang mempunyai sifat alir pseudoplastis dapat berfungsi sebagai pengental dan penstabil busa dengan cara gelatinasi. Struktur HPMC mengentalkan dan memperkuat dinding sehingga memperlambat kecepatan dalam mengalir. Selain itu, karena lebih jernih dibanding selulosa lainnya, HPMC dapat digunakan untuk pembuatan sedían sampo jernih. Kelebihan lain dari HPMC adalah sifatnya yang tidak terpengaruh oleh elektrolit, dapat tercampurkan dengan pengawet, dan kisaran pH-nya yang luas.
Bahan-bahan lain yang ditambahkan dalam formula sampo ekstrak bunga chamomile adalah surfaktan, pengkhelat logam, peningkat pH, pengawet, dan parfum. Surfaktan yang digunakan adalah natrium lauroil sarkosinat karena  bersifat tidak mengiritasi, tidak toksik, penghasil busa yang kuat, dan lembut. Dinatrium EDTA digunakan untuk mengkhelat logam-logam yang terdapat dalam air atau bahan lain sehingga dapat mencegah berkurangnya efektivitas surfaktan. Asam sitrat digunakan untuk mencapai pH sampo dan pH stabilitas ekstrak yang baik, yaitu 5-9. Kombinasi senyawa turunan hidroksi benzoat digunakan sebagai pengawet karena mempunyai kisaran pH dan spektrum antimikroba yang luas. Untuk meningkatkan kelarutan metil dan propil paraben, digunakan propilen glikol dengan konsentrasi 5%. Parfum yang digunakan dalam sampo ini adalah parfum frangi pani yang tidak larut atau bercampur sehingga perlu ditambahkan surfaktan sebanyak jumlah parfum yang digunakan untuk menghasilkan sediaan sampo yang jernih dan stabil. Salah satu surfaktan yang banyak digunakan dalam sediaan sampo adalah PEG-40 hydrogenated castor oil yang stabil dalam pembawa air.

Pemeriksaan bahan aktif
Pada tahap awal pembuatan sampo dilakukan pemeriksaan bahan baku. Hasil pemeriksaan bahan aktif (apigenin dalam ekstrak bunga chamomile) disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, ekstrak bunga chamomile dapat digunakan dalam penelitian pembuatan sampo. Hasil pemeriksaan bahan aktif  apigenin dalam ekstrak bunga  chamomile secara kromatografi lapis tipis (KLT) disajikan pada Gambar 4 berikut:

Gambar 4. Kromatogram ekstrak bunga chamomile dengan fase gerak toluen-kloroform-aseton ( 8-5-7 )
Pemeriksaan  bahan tambahan.
Hasil pemeriksaan bahan tambahan yang meliputi hidroksi propil metil selulosa (Methocel® F4M), natrium lauroil sarkosinat, dinatrium EDTA, asam sitrat, metil paraben, propil paraben, propilen glikol, PEG-40-hydrogenated castor oil menunjukkan bahwa bahan-bahan tambahan ini memenuhi syarat Evaluasi sediaan. Berdasarkan data hasil pengukuran viskositas dan homogenitas dispersi Methocel® F4M dengan konsentrasi 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; 2,5%, dapat disimpulkan bahwa waktu dan kecepatan pengadukan yang optimal adalah 60 menit dan 100 rpm. Homogenitas sediaan sampo yang optimal yaitu jernih, homogen, dan tidak berbusa, dihasilkan pada kecepatan homogenisasi 1000 rpm selama 10 menit.

Pengamatan organoleptik
Hasil pengamatan organoleptik sediaan sampo ekstrak bunga chamomile formula I sampai dengan formula VI menunjukkan bahwa semua formula praktis stabil selama 6 minggu penyimpanan pada suhu kamar (28–30oC),  40oC, dan dingin (6–7oC), kecuali formula VI yang pada minggu ke-3 sampai minggu ke-6 terjadi kekeruhan  pada penyimpanan suhu kamar (28–30oC) dan 40oC. Parameter sediaan cair yang stabil secara umum adalah tidak mengalami pemisahan, tidak terbentuk endapan dan gumpalan, serta tidak mengalami perubahan warna dan bau.

Pengukuran viskositas
Hasil pengukuran viskositas menunjukkan, semakin besar konsentrasi hidroksi propil metil selulosa (Methocel® F4M) semakin meningkat viskositas sediaan. Peningkatan suhu diketahui menurunkan viskositas sediaan dan penurunan suhu meningkatkan viskositas sediaan. Pengukuran viskositas sampo ekstrak bunga chamomile formula V (konsentrasi Methocel® F4M 2%) dibandingkan dengan sediaan sampo sejenis di pasaran menunjukkan sediaan formula V memiliki viskositas 2080 cPs, mendekati viskositas sampo pembanding, yaitu 2810 cPs. Berdasarkan rheogram sampo ekstrak bunga chamomile, didapatkan sifat alir sediaan sampo ekstrak bunga  chamomile mengikuti aliran pseudoplastis, yaitu viskositas menurun dengan peningkatan kecepatan geser dan kurva melewati titik (0,0) atau rate of shear yang terendah. Hal ini sesuai dengan sifat alir bahan pengental hidroksi propil metil selulosa (Methocel® F4M) yang mengikuti sifat alir pseudoplastis.

Pengukuran bobot jenis
Berdasarkan pemeriksaan bobot jenis, semua formula sampo ekstrak bunga  chamomile memenuhi persyaratan bobot jenis yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia untuk sediaan sampo, yaitu minimal 1,02. Pengukuran bobot jenis dilakukan sebagai uji pendahuluan pengukuran tegangan permukaan. Tegangan permukaan dipengaruhi oleh surfaktan yang digunakan. Salah satu kriteria sampo yang baik adalah dapat menurunkan tegangan permukaan air dari 78 dyne/cm menjadi 40 dyne/cm pada rentang konsentrasi 0,1–0,2%, atau maksimum mempunyai tegangan permukaan 27-46 dyne/cm pada konsentrasi 1%. Tegangan permukaan dari sediaan sampo yang diteliti ini berkisar 28,98-35,25 dyne/cm.

Pengukuran tinggi busa
Pengamatan tinggi busa dilakukan segera setelah pengocokan dan 5 menit kemudian.  Hal  ini diperlukan karena sampo, karena tinggi busa tidak menunjukkan kemampuan dalam membersihkan. Hal ini lebih terkait pada persepsi psikologis dan estetika yang disukai oleh konsumen. Parameter tinggi busa sangat tergantung pada surfaktan yang digunakan, kesadahan air, suhu ruang saat pengukuran, waktu pendiaman, dan konsentrasi hidroksi propil metil selulosa (Methocel® F4M) dalam formula sampo, yang juga berfungsi  sebagai penstabil busa.

Pengukuran pH
Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi perubahan pH pada sediaan sampo ekstrak bunga chamomile setelah 6 minggu penyimpanan. Meskipun demikian, perubahan tersebut masih berada di dalam batasan persyaratan pH sampo (5,0–9,0) dan pH stabilitas ekstrak bunga chamomile (5,5–6,5).  Keasaman (pH) sediaan yang diamati selama 6 minggu berkisar antara 6,15–6,47. Pada proses pembuatan sampo ekstrak bunga chamomile ditambahkan asam sitrat untuk menurunkan pH sediaan yang terlalu basa sehingga pH-nya sesuai dengan persyaratan pH sampo dan pH stabilitas ekstrak bunga chamomile.pengamatan tinggi busa 5 menit setelah terbentuknya busa menunjukkan stabilitas busa yang terbentuk. Tinggi dan stabilitas busa sediaan sampo dalam air suling adalah 0,85–3,80 cm. Sementara itu, tinggi dan stabilitas busa dalam air sadah adalah 0,75–3,70 cm. Hasil pengukuran tinggi busa mencerminkan kemampuan suatu deterjen untuk menghasilkan busa. Pengukuran tinggi busa merupakan salah satu cara untuk pengendalian mutu suatu produk deterjen agar sediaan memiliki kemampuan yang sesuai dalam menghasilkan busa. Tidak ada syarat tinggi busa minimum atau maksimum untuk suatu sediaan.
Sebum juga mempengaruhi rambut. Di bawah ini gambar gambar rambut yang tanpa sebum dan dengan sebum.

Formula yang ada di Pasaran
1. Shampoo Pantene Pro V
Water
Sodium Laureth Sulfate
Sodium Lauryl Sulfate
Sodium Chloride
Dimethicone
Glycol Distearate
Cocamidopropyl Betaine
Fragrance
Sodium Citrate
Cocamide MEA
Sodium Xylenesulfonate
Citric Acid
Guar Hydroxypropyltrimonium Chloride
Sodium Benzoate
Tetrasodium EDTA
Polyquaternium-76
Panthenol
Panthenyl Ethyl Ether
Hydrochloric Acid
Methylchloroisothiazolinone
Methylisothiazolinone

2. Formula Lifebuoy
Water
Myristic Acid
Lauric Acid
Potassium Hydroxide
Potassium Chloride
Sodium Laureth Sulfate
Palmitic Acid
Perfume
Glycol Distearate
Cocamidopropyl Betaine
Glycerin
Hydroxypropyl Methylcellulose
Helianthus Annuus ( sunflower) seed oil
Sodium Chloride
Tetrasodium EDTA
BHT
Pentasodium Pentetate
Etidronic Acid
Glyceril Laurate
Capric Acid
Triclocarbon
Citric Acid
Sodium Benzoate
Methylisothiazolinone
Terpineol
Thymol
PEG-40 Hydrogenated Castor Oil
Sodium Hidroxide
Trisodium NTA
Curcuma romatica Root Oil
Trideceth-9
Prunus Persica ( Peach) Juice
Prunus Amygdalus Dulcis ( sweet almond) oil
Dried Cream
Xanthan Gum
Lavandula
Angustifolia ( lavender)
Dari produk shampo di atas kedua shampo sudah memakai bahan bahan formula yang sesuai. Hanya ada perbedaan pada beberapa bahan tambahan yang digunakan untuk memberi kharakteristik tersendiri untuk setiap produk.

Daftar Pustaka

1. Barel Q, Paye M., dan Howard I. Maibach.2001. Handbook of Cosmetic Science and Technology. New York : Marcel Dekker, Inc.

2. Faizatun, Kartiningsih dan Liliyana.2008. Formulasi Sediaan Sampo Ekstrak Bunga Chamomile dengan Hidroksi Propil Metil Selulosa sebagai Pengental. Jurnal Ilmu Kefarmasian  Indonesia. 6(1) : 1693-1831.

3. Mainkar R. Dan Jolly I. 2001. Formulation of Natural Shampoos. International Journal of Cosmetic Science.69 (2001) : 59-62.

4.Kumar A. dan Mali R. 2010. Evaluation Of Prepared Shampoo Formulations And To Compare Formulated Shampoo With Marketed Shampoos. International Journal of  pharmaceutical sciences review and research 3 (1):0976-044X.


















































 
























Kajian Kasus diabetes mellitus

PENYAKIT DIABETES MELLITUS

I. KASUS
Seorang pria 58 tahun dengan riwayat diabetes mellitus tipe 2 selama 13 tahun yang lalu mengunjungi klinik karena peningkatan pembengkakan di kaki nya. Pembengkakan mulai sekitar 6 bulan sebelumnya dan memburuk selama 6 minggu terakhir. Pasien menyangkal demam, menggigil, arthralgia, pembengkakan sendi, atau ruam kulit. Selain itu, ia melaporkan tidak ada perubahan visual, epistaksis, hemoptisis, atau batuk. Dia tidak memiliki gejala nyeri pinggang, hematuria, disuria. Riwayat medis pasien antara lain hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, dan usus buntu. Obatnya yang digunakan selama ini yaitu glyburide 10 mg sehari, amlodipine 10 mg setiap hari (rentang dosis 2,5-10 mg), ibuprofen sesekali. Dia tidak menyalahgunakan alkohol, tembakau, atau obat-obatan terlarang. Tidak ada riwayat keluarga penyakit ginjal yang diketahui, meskipun beberapa anggota keluarganya memiliki diabetes mellitus dan penyakit jantung.

II. HASIL PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan fisik mengungkapkan pasien sehat tanpa distres akut
2. Tekanan darah pasien tinggi yaitu 152/93 mm Hg
3. Denyut jantungnya adalah 75 bpm
4. Laju pernapasan adalah 14 napas / menit
5. Suhunya yaitu 37,3 ° C (99,1 ° F)
6. Pemeriksaan kepala dan leher adalah normal, dengan tidak ada bukti konjungtivitis, limfadenopati, tiromegali, atau ulserasi hidung
7. Pemeriksaan fundus penting untuk preproliferative diabetes retinopati. Paru-paru jelas, tetapi pemeriksaan hati yang luar biasa untuk S4 gallop
8. Ekstremitas lebih rendah memiliki 3 + pitting edema hingga pertengahan betis.
9. Tidak ada kulit ruam, petechiae, dan purpura yang hadir.
10. Pemeriksaan neurologis adalah noncontributory, tanpa temuan perubahan motorik atau sensorik.
11. Rontgen dada pasien menunjukkan tidak infiltrasi, efusi, atau adenopati. Berdasarkan temuan edema, proteinuria tinggi, hipoalbuminemia, dan lipiduria, sindrom nefrotik diduga.
12. Work-up untuk penyebab sekunder atau sistemik penyakit ginjalnya mengungkapkan tidak ada antinuclear atau anti-double-stranded antibodi, tingkat faktor komplemen dan reumatoid normal, serologi negatif untuk hepatitis B dan C, dan tidak ada cryoglobulins serum.
13. Analisa serum dan protein urin dan immunoelectrophoresis mengungkapkan tidak ada imunoglobulin atau light chain bebas
14. Koleksi urin 24 jam menegaskan proteinuria nefrotik (4.35 gram protein).
15. Biopsi ginjal yaitu evaluasi mikroskopis cahaya jaringan ginjal (Gambar 1) penting untuk nodul mesangial (yaitu, Kimmelstiel-Wilson nodul), penebalan difus loop kapiler, dan glomerulosklerosis.

III. ANALISIS KASUS
1. Analisis Subjektif
- Pembengkakan di kaki
2. Analisis Objektif
- Hipertensi Stage 1 (TD : 152/93 mm Hg, normal untuk pasien DM = 130/80 mmHg)
- HBA1C meningkat ( 7,1 mg/dl, normal< 7 mg/dl)
- Hiperkolesterolemia (255 mg/dL,normal < 200 mg/dL)
- Penyakit ginjal (protein urin 4,35 g/dl)
- Anemia (Hematokrit : 37,2 % (<40 %))
3. Analisis Problem
- 13 tahun lalu hingga sekarang : Diabetes Mellitus tipe 2
- Hipertensi
- Usus Buntu
4. Terapi
- Glyburide 10 mg 1 kali sehari
- Amlodipine 10 mg 1 kali sehari (rentang dosis 2,5-10 mg)
- Ibuprofen sesekali.
IV. IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT
Penyebab paling mungkin dari penyakit ginjal pada pasien tersebut adalah diabetik nefropati. Biopsi ginjal tidak selalu diperlukan untuk mendiagnosa nefropati diabetik. Dengan tidak adanya temuan klinis yang relevan pada pasien (misalnya, ruam, kelainan sendi, hemoptisis) atau parameter laboratorium (misalnya, kehadiran antibodi antinuklear, tingkat komplemen yang rendah, eritrosit gips) sugestif dari penyakit sistemik, pemeriksaan jaringan ginjal pada pasien diabetes dengan retinopati, proteinuria, dan insufisiensi ginjal

V. EPIDEMIOLOGI
Nefropati diabetik adalah penyebab utama penyakit ginjal di Amerika Serikat. Kejadian kumulatif nefropati (proteinuria) pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau tipe 2 adalah sekitar 40%.

VI. PATOLOGI
Karakteristik perubahan patologis nefropati diabetik dapat dibagi menjadi 5 tahap. Pada onset diabetes mellitus, histologi ginjal pasien menunjukkan tidak ada kelainan. Dalam waktu 2 sampai 3 tahun (tahap I), glomerular basement terjadi penebalan. Setelah 3-8 tahun (tahap II), glomerular basement terjadi penebalan berlanjut dan mesangial matrix widening berkembang. Nefropati diabetik baru jadi (tahap III) dicatat pada 8 sampai 15 tahun dan terbukti secara klinis dengan onset mikroalbuminuria (30-300 mg / 24 jam, atau > 20 mg / menit). Histologi ginjal mengungkapkan membran kapilar glomerular basement menebal, pelebaran mesangial, dan glomerulosklerosis intracapillary (yaitu pembentukan glomerular scar). Nefropati diabetik terbuka (tahap IV), terkait dengan macroalbuminuria (> 300 mg / 24 jam) dan disfungsi ginjal, terjadi setelah 15 sampai 29 tahun. Seperti yang terlihat pada kasus pasien, membran basement glomerulus menebal dan mesangial melebar, nodul Kimmelstiel-Wilson, hialinisasi arteriol, dan glomerulosklerosis yang tercatat pada biopsi ginjal. Selain itu, perubahan struktur pembuluh darah (hyalinosis) dan tubulointerstitium (atrofi tubular dan fibrosis interstitial) dicatat. Stadium akhir gagal ginjal (tahap V) dari diabetes mellitus terjadi setelah 20 sampai 30 tahun dan ditandai oleh  penutupan kapiler glomerulus dan sklerotik dan hyalinized glomeruli (ginjal bekas luka).

VII ANALISIS DRUG RELATED PROBLEM
DRP Penyelesaian
1. Tidak ada indikasi untuk obat :-
2. Indikasi untuk tetapi obat tidak diresepkan
A. Terapi peningkat kontrol glikemik                 untuk memperlambat                                         perkembangan nefropati diabetik ke             stadium akhir penyakit ginjal
       B. Terapi penurun lipid
       C. Terapi anemia
       D. Pembengkakan di kaki 
Solusi
 #Dibutuhkan terapi Insulin (insulin glargine 18 unit setiap jam tidur dan insulin lispro 5 unit sebelum makan)
#Dibutuhkan terapi antihiperlipid dengan statin yaitu simvastatin 10 mg pada malam hari.
#Ditambahkan suplemen erythropoietin dan zat besi
#Diberikan diuretik untuk membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh dengan membuang cairan
3. Salah rejimen obat
-Glyburide tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid.
Solusi
         #Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih dapat digunakan glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat, misal tolbutamid 500 mg sehari sekali.
4. Dosis Berlebih / Over dose  : -
5. Dosis kurang : -
6. Adverse Drug Reaction/ alergi obat :-
7. Interaksi Obat
-Ibuprofen dan amlodipin
Solusi :
# Dilakukan penyesuaian dosis ibuprofen/digunakan seminimal mungkin saat dibutuhkan saja.
8. Pasien tidak menerima obat yang diresepkan :-
9. Hilangnya Pemantauan Rutin
-Tidak dilakukan skrining pasien                       dengan diabetes mellitus / te                              mikroalbuminuria tahunan
-Tidak dilakukan krining pasien dengan diabetes mellitus proteinuria
Solusi
# Dilakukan krining pasien dengan diabetes mellitus / tes mikroalbuminuria tahunan
#Dilakukan skrining pasien dengan diabetes mellitus proteinuria

VIII. RENCANA PENGOBATAN
1. Terapi Non Farmakologi
a. Diet yang baik karena merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
b. Pada kasus ini tidak diketahui berat badan dari pasien sehingga tidak dapat diketahui apakah pasien memiliki berat badan berlebih atau tidak. Apabila pasien memiliki berat badan berlebih, maka disarankan untuk melakukan penurunan berat badan. Penurunan berat badan terbukti dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dap mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
c. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan untuk pasien juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
d. Menambah konsumsi serat untuk pasien, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.
e. Membatasi konsumsi protein diet moderat (0,6-0,8 gram / kg sehari) untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan diabetes nephropathy
2. Terapi Farmakologi
a. Butuh terapi peningkat kontrol glikemik untuk memperlambat perkembangan nefropati diabetik ke stadium akhir penyakit ginjal
Control diabetes dan komplikasinya mengungkapkan bahwa kontrol glikemik yang ketat, diukur sebagai rata-rata hemoglobin A1c dari 7% (versus control konvensional dengan rata-rata hemoglobin A1c 9%).  Kontrol glikemik yang ketat dikaitkan dengan penurunan dalam pengembangan mikro dan macroalbuminuria dalam studi kohort primer dan kohort sekunder. Dilakukan terapi insulin untuk kontrol glikemik yang lebih baik. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Gangguan fungsi ginjal yang berat butuh insulin untuk mengurangi kerja ginjal. Insulin yang dipakai yaitu insulin glargine 18 unit setiap jam tidur dan insulin lispro 5 unit sebelum makan.
b. Butuh terapi antihipertensi yang tepat
Kontrol agresif tekanan darah juga memainkan peran penting dalam mengurangi perkembangan diabetes nefropati. Menurunkan tekanan darah pada level di bawah 130/80 mmHg dapat membantu untuk menumpulkan cedera glomerulus dengan mengurangi transmisi tekanan arteri sistemik ke glomerulus. Normalnya untuk penderita diabetes tekanan darahnya yaitu 130/80 mmHg. Penggunaan angiotensin-converting enzyme inhibitor dan antagonis reseptor angiotensin di pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 jelas memperlambat perkembangan gagal ginjal stadium akhir pada pasien dengan nefropati diabetik melalui beberapa efek, antara lain: mengurangi tekanan kapiler glomerulus, menyebabkan antagonisme efek langsung dari angiotensin II pada pengembangan glomerulosklerosis dan fibrosis interstitial, dan berpotensi meningkatkan efek menguntungkan dari oksida nitrat pada ginjal. Pasien memiliki tekanan darah 152/93 mmHg sehingga termasuk hipertensi stage 1. Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan antihipertensi golongan ACE inhibitor karena golongan obat ini merupakan terapi yang digunakan untuk pasien hipertensi. Obat yang dipilih yaitu Captopril 50 mg 3 kali sehari. Penggunaan amlodipin (golongan CCB) dihentikan.
c. Penggunaan statin penurun lipid penghambatan reduktase aldosa dan bentuk akhir glikosilasi.
Dilakukan penambahan agen ntuk menurunkan kolesterol total karena pasien mengalami hiperkolesterolemia. Simvastatin yang digunakan yaitu 10 mg diminum pada malam hari. Bila kadar kolesterol total masih tinggi bisa dinaikkan hingga dosis maksimum yaitu 40 mg/hari.
d. Mengganti gliburide dengan golongan lain
Gliburide merupakan obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Selain itu, glyburide berinteraksi dengan dengan insulin. Obat yang masih dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang termasuk golongan sulfonilurea yaitu glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat. Obat yang disarankan yaitu tolbutamid 500 mg sehari sekali.
e. Dilakukan penyesuaian dan penggunaan yang tepat Ibuprofen
NSAID meningkatkan rata-rata tekanan darah 5 mmHg. Ibuprofen merupakan salah satu obat yang menghasilkan peningkatan besar. Ada sedikit bukti bahwa interaksi klinis yang signifikan terjadi pada kebanyakan pasien yang memakai Calcium Channel Blocker. Penggunaan hati-hati telah direkomendasikan. Ia telah mengemukakan bahwa penggunaan NSAID harus seminimum mungkin pada pasien dengan hipertensi. Efek mungkin lebih besar pada orang tua dan pada mereka dengan tekanan darah yang relatif tinggi, serta pada mereka dengan asupan garam yang tinggi. Sehingga, penggunaan ibuprofen pada pasien ini harus diminimalkan dengan cara penggunaan jika diperlukan dan dosis disesuaikan.
f. Ditambahkan diuretik untuk mengatasi pembengkakan
Diberikan diuretik untuk membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh dengan membuang cairan  sehingga pembengkakan dapat diatasi.
g. Ditambahkan terapi untuk mengatasi anemia
Ditambahkan suplemen erythropoietin dan zat besi

IX. KIE
a. Berhenti merokok untuk mengurangi perkembangan nefropati diabetik.
b. Mengurangi jumlah konsumsi yang banyak mengandung lemak dan kolesterol serta protein.
c. Mengurangi makan garam menjadi < 2,3 natrium atau <6 g NaCl sehari
d. Giat melakukan aktivitas fisik ringan seperti aerobik untuk mengurangi faktor resiko kardiovaskular
e. Setelah mengonsumsi obat penurun tekanan darah dan penurun gula darah seperti, hindari melakukan aktivitas berat. Disarankan untuk istirahat.
f. Menyarankan meminum obat dengan rutin
Ketidakpatuhan pasien merupakan salah  satu  penyebab kegagalan terapi, karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman pasien tentang obat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan obat untuk terapinya
g. Menghindari stress yang berlebihan
Stress dapat meningkatkan kadar gula darah dan tekanan darah. Berasal dari kondisi fisik, misalnya nyeri, kurang tidur, pekerjaan, pengaruh obat obatan dan lainnya.
h. Disarankan untuk melakukan skrining pasien dengan diabetes mellitus / tes mikroalbuminuria tahunan
i. Disarankan untuk melakukan skrining pasien dengan diabetes mellitus proteinuria
j. Disarankan untuk minum susu yang kaya akan kalsium dan vitamin D.

X. INFORMASI OBAT
a. Kaptopril
Obat ini diminum tiga kali sehari satu tablet 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan pagi,siang, dan sore.
Tidak boleh digunakan bersamaan dengan obat antasida karena dapat mengurangi absorbsi dari obat ini dan tidak boleh digunakan bersamaan dengan obat NSAID yaitu Na diklofenak karena akan mengurangi efek dari obat kaptopril ini dan dapat menambah resiko hiperkalemia.
Jangan gunakan suplemen kalium atau pengganti garam tanpa konsultasi resep. Dapat menyebabkan pusing, pingsan (gunakan hati-hati saat mengemudi atau terlibat dalam tugas-tugas yang membutuhkan kewaspadaan sampai respons terhadap obat diketahui), hipotensi postural (berhati-hati ketika naik dari berbaring atau posisi duduk atau naik tangga), atau mual, muntah, sakit perut, mulut kering, atau kehilangan nafsu makan sementara (dapat dikurangi dengan sering makan makanan kecil, mengisap pelega tenggorokan dapat membantu atau mengunyah permen karet dapat membantu).
b. Tolbutamid
Obat ini dapat diminum dua kali sehari satu tablet setelah makan  yaitu pada makan pagi dan sore.
Efek samping obat ini dapat menyebabkan hypoglykemi, oleh sebab itu harus dipantau kadar gula darah pasien dan setelah minum obat ini diusahakan tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat.
Hindari minum alkohol.
Pasien mungkin akan lebih sensitif terhadap sinar matahari maka gunakan sunscreen, pakaian pelindung dan kacamata, dan menghindari sinar matahari langsung. Efek samping selama minggu pertama terapi (sakit kepala, mual, diare, sembelit, anoreksia) dan efek samping yang parah atau berkelanjutan antra lain muntah atau gejala seperti flu, ruam kulit, mudah memar atau berdarah, atau perubahan warna urin atau feses
c. Simvastatin
Simvastatin merupakan obat yang menurunkan kadar kolesterol (hipolidemik)
Secara invivo simvastatin akan dihidrolisa menjadi metabolit aktif. Mekanisme kerja dari metabolit aktif tersebut adalah dengan cara menghambat kerja 3-Hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase), dimana enzim ini mengkatalisa perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat yang merupakan langkah awal dari sintesa kolesterol.
Kontraindikasi dengan pasien yang hipersensitif terhadap simvastatin atau komponen obat, penyakit hati aktif atau peningkatan transaminase serum yang menetap yang tidak jelas penyebabnya
Efek samping adalah abdominal pain, konstipasi, flatulens, astenia, sakit kepala, miopati, rabdomiolisis. Pada kasus tertentu terjadi angioneurotik edema.
Efek samping lain yang pernah dilaporkan pada golongan obat ini :
- Neurologi : disfungsi saraf cranial tertentu, tremor, pusing, vertigo, hilang ingatan, parestesia, neuropati perifer, kelumpuhan saraf periferal.
- Reaksi hipersensitif:anafilaksis, angioedema, trombositopenia, leukopenia, anemia hemolitik.
- Gastrointestinal : anoreksia, muntah.
- Kulit : alopecia, pruritus.
- Reproduksi : ginekomastia, kehilangan libido, disfungsi ereksi.
- Mata : mempercepat katarak, optalmoplegia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baxter, K. 2010. Stockley’s Drug Interactions Pocket Companion 2010. London : Pharmaceiutical Press.
2. Cippole, R. J, Strand, L . M, Morley, P. C. 1998. Pharmaceutical Care Practice. New York : McGraw-Hill.
3. Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C, Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Seventh Edition. New York : McGraw-Hill.
4. Perazella, M. A. 2002. A 58-Year-Old Man with Diabetes Mellitus and Nephrotic Syndrome. Hospital Physician. 39-42.