Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Indonesia
Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 yaitu sebagai berikut :
1.
Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi
2.
Memiliki rencana investasi
3.
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
4.
Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1988
5.
Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secaratetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia,masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggungjawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB
6.
Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkansetelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
Salah satu persyaratan di atas menyebutkan bahwa industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988. Oleh sebab itu, CPOB merupakan pedoman yang penting bagi industri farmasi.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. CPOB dibuat untuk meminimalkan risiko pada produk farmasi antara lain: kontaminasi, gangguan kesehatan bahkan kematian; label yang tidak benar; bahan aktif yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, berakibat pengobatan tidak efektif atau menimbulkan efek samping. Prosedur tertulis dari setiap proses produksi merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi kualitas akhir produk.
CPOB bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Dalam kurun waktu antara penerapan CPOB yang pertama hingga CPOB ketiga tentunya terdapat banyak perubahan-perubahan yang harus dihadapi industri farmasi. CPOB yang baru merupakan hasil dari penyempurnaan dari CPOB yang sebelumnya. Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2012 meliputi 12 bab dan 14 aneks. Di bawah ini merupakan 12 bab pada CPOB tahun 2012, antara lain :
1.
Manajemen Mutu
2.
Personalia
3.
Bangunan dan Fasilitas
4.
Peralatan
5.
Sanitasi dan Higiene
6.
Produksi
7.
Pengawasan Mutu
8.
Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok
9.
Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk
10.
Dokumentasi
11.
Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12.
Kualifikasi dan Validasi
Sedangkan 14 aneks yang ada pada CPOB tahun 2012 antara lain :
1.
Pembuatan Produk Steril
2.
Pembuatan Obat Produk Biologi
3.
Pembuatan Gas Medisinal
4.
Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol)
5.
Pembuatan Produk dari Darah atau Plasma Manusia
6.
Pembuatan Obat Investigasi untuk Uji Klinis
7.
Sistem Komputerisasi
8.
Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik
9.
Pembuatan Radiofarmaka
10.
Penggunaan Radiasi Pengion dalam Pembuatan Obat
11.
Sampel Pembanding dan Sampel Pertinggal
12.
Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik
13.
Pelulusan Parametris
14.
Manajemen Risiko Mutu
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam CPOB meliputi personalia yang terlibat dalam industri farmasi, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan keluhan obat dan obat kembalian, penarikan kembali obat, dan dokumentasi. Ketentuan-ketentuan ini menjamin proses produksi obat yang berkualitas, bermutu, aman, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Aspek yang dijelaskan pada CPOB 2012 secara rinci dapat dilihat sebagai berikut.
1.
Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu antara lain :
1.
Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.
2.
Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan tinggi sehingga produk atau jasa pelayanan yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Dalam manajemen mutu, pemastian mutu merupakan hal yang penting. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu merupakan totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya dan persyaratan dalam izin edar serta spesifikasi produk.
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Manajemen risiko mutu juga perlu untuk dilakukan. Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk.
2.
Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing, memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantum-kan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 menyebutkan bahwa industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Semua personil harus memahami prinsip CPOB dan memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu. Selain itu, personil hendaklah memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional sebagaimana mestinya. Tugas dan kewenangan dari tiap personil tersebut hendaknya tercantum dalam uraian tertulis. Tugas masing-masing personil tersebut boleh diwakilkan kepada seseorang yang memiliki tingkat kualifikasi yang memadai.
3.
Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk serta didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering, dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan.
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah pencampurbauran dan pencemaran silang. Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini:
Catatan:
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril.
Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril.
Bangunan suatu industri farmasi bagian dalam misalnya ruangan seperti dinding, lantai dan langit-langit hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaan yang rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.
4.
Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
CPOB bagian peralatan ini, mencakup desain dan konstruksi, pemasangan dan penempatan, serta perawatan. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai dengan tujuannya. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi dan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
5.
Sanitasi dan Higienis
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Sanitasi dan higienis yang diatur dalam pedoman CPOB yaitu higiene perorangan, sanitasi bangunan dan fasilitas, pembersihan dan sanitasi peralatan. Prosedur pembersihan dan sanitasi divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur agar selalu memenuhi persyaratan.
6.
Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Prinsip utama produksi yaitu adanya keseragaman atau homogenitas produk dari bets ke bets serta proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi. Sedangkan hakekat produksi adalah sebagai berikut:
1.
Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisis saja, tetapi ditentukan oleh keseluruhan proses produksi (built in process)
2.
Adanya prosedur baku (standar) untuk setiap langkah (tahapan) proses produksi dengan persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten
Ruangan steril, ruangan penyangga, ruangan ganti pakaian steril dan ruangan ganti pakaian biasa atau ruangan produksi lain hendaklah memiliki perbedaaan tekanan udara 10-15 Pa. Tekanan udara dalam ruangan yang memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap suatu produk hendaklah selalu lebih tinggi dari pada ruangan lain.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.
7.
Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:
1.
Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya
2.
Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi, dokumentasi, dan produksi
3.
Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan
4.
Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang ditetapkan
Area laboratorium pengujian mutu hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi agar terbebas dari sumber cemaran maupun getaran yang dapat berpengaruh terhadap hasil pengujian. Laboratorium fisiko-kimia, mikrobiologi, dan kimia hendaklah terpisah satu sama lain karena perbedaan jenis pengujian, peralatan dan bahan-bahan penguji yang terdapat di setiap laboratorium. Kegiatan bagian pengawasan mutu yang dipersyaratkan dalam CPOB adalah sebagai berikut:
1.
Penanganan baku pembanding
2.
Penyusunan spesifikasi dan prosedur pengujian
3.
Penanganan contoh pertinggal
4.
Validasi
5.
Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi meliputi spesifikasi, pengambilan contoh, pengujian untuk bahan-bahan tersebut, serta in process control
6.
Pengujian ulang bahan yang diluluskan
7.
Pengujian stabilitas
8.
Penilaian terhadap supplier
9.
Penanganan terhadap keluhan produk dan produk kembalian
8.
Inspeksi Diri, Audit Mutu Dan Audit & Persetujuan Pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.
Persetujuan pemasok hendaknya dibuat untuk dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dan dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas. Selain itu, hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi diharapkan mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara teratur.
9.
Penanganan Keluhan Terhadap Produk Dan Penarikan Kembali Produk
Personil yang bertanggung jawab hendaklah ditunujk untuk menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang memadai untuk membantunya. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup:
-
tindakan perbaikan bila diperlukan;
-
penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersang-kutan; dan
-
tindakan lain yang tepat.
Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk.Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Penanganan semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan.
Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, mengenai kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan.
10.
Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas. Selain itu, dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir.
11.
Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).
Pemberi kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Sedangkan penerima kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya.
12.
Kualifikasi dan Validasi
CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas serta mencakup sekurang-kurangnya kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol, laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, serta acuan dokumen yang digunakan. RIV dapat dibuat tersendiri untuk suatu proyek besar dan/atau kompleks, misalnya bangunan dan fasilitas baru, sistem HVAC, sistem pengolahan air dan sistem komputerisasi, fasilitas betalaktam, fasilitas steril, validasi metode analisis, validasi pembersihan atau digabungkan ke dalam satu dokumen RIV.
Kualifikasi dibedakan atas :
1.
Kualifikasi Desain
Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru
2.
Kualifikasi Instalasi
Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi
3.
Kualifikasi Operasional
Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui
4.
Kualifikasi Kinerja
Kualifikasi kinerja dilakukan setelah kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional dilaksanakan, dikaji, dan disetujui
5.
Kualifikasi Fasilitas, Peralatan, dan Sistem Terpasang yang telah Operasional.
Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas variabel kritis pengoperasian alat. Selain itu, kalibrasi, prosedur pengoperasian, pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan operator hendaklah didokumentasikan.
Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Selain itu, proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif).
Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi. Pada validasi ulang, fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang signifikan terhadap status validasi, peninjauan dengan bukti bahwa fasilitas, sistem, peralatan dan proses memenuhi persyaratan yang ditetapkan akan kebutuhan revalidasi. Metode analisis juga perlu dilakukan validasi. Tujuan validasi metode analisis adalah untuk menunjukkan bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Perlu dipertimbangkan tabel mengenai karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar.
Sumber : CPOB