Rabu, 25 April 2012




Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Pada Pendidikan Karakter
                     Menata kehidupan berbangsa dan bernegara
                                    Pancasila dan UUD 1945
 


                                        Krisis multidimensi
                                                 Dikwar
                                             Dik karakter
                                                  NKRI
                                               Lingstra
                                             Globalisasi


                                                                               
Dari bagan tersebut bisa kita ketahui bahwa pancasila merupakan landasan filosofi karena merupakan dasar filsafat negara. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan UUD 1945 adalah landasan yuridis (operasionalnya) yaitu yang mncantumkan atau sarana yang memuat pancasila dan yang mengandung nilai pancasila. Pancasila dan UUD1945 akan menjadi pedoman untuk melaksanakan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan bersifat eksternal. Selain pancasila dan UUD 1945, hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah pendidikan karakter. Jadi, pendidikan kewarganegaraan harus diarahkan pada pendidikan karakter.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa karakter adalah watak, tabiat, kepribadian seseorang yang terbentuk dari faktor atau hasil internalisasi atau intern berbagai kebijakan atau berbagai kebajikan yang diyakininya maka digunakannya sebagai landasan cara pandangnya atau pola pikirnya serta sikap dan tindakannya dalam hidup bermasyarakat.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada siswa maupun mahasiswa yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-nilai luhur   yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
`           Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan  di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah  sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian  peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka  tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan  pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian  yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Nilai-nilai Karakter
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan. Berikut adalah daftar nilai-nilai utama yang dimaksud dan diskripsi ringkasnya.
1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
Religius : Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. Bertanggung jawab : Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME. Bergaya hidup sehat : Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.Disiplin  : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Kerja keras : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi  berbagai hambatan  guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya. Percaya diri : Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. Berjiwa wirausaha : Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif : Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika  untuk  menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari  apa yang telah dimiliki. Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Ingin tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Cinta ilmu : Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap pengetahuan.
3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain : Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain. Patuh pada aturan-aturan sosial : Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan  kepentingan umum. Menghargai  karya dan prestasi orang lain : Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. Santun : Sifat yang halus dan baik  dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. Demokratis : Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
Peduli sosial dan lingkungan : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Nilai kebangsaan : Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Nasionalis : Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. Menghargai keberagaman : Sikap memberikan respek/ hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk  fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
      Yang dimaksud dengan pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.

      Pendidikan karakter bersifat internal karena tidak terlihat tapi bisa dirasakan keberadaannya. Karakter yang baik adalah dambaan bagi kita semua. Selanjutnya,pendidikan kewarganegaraan yang baik yang berlandaskan kepada pancasila dan UUD 1945 serta membentuk karakter akan menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun beberapa akhir ini, bangsa kita dilanda krisis multidimensi. Krisis multidimensi yang terjadi saat sekarang ini berawal dari krisis ekonomi yang menghantam dan mengacaukan kehidupan bangsa Indonesia yang lebih dari sepuluh tahun. Krisis berkepanjangan yang terjadi ini telah merambah ke segala aspek dan sektor , seperti politik, moral, pendidikan, iptek, budaya dan agama. Ini menjadi masalah yang amat pelik bagi kehidupan kita karena telah menyerang bangsa Indonesia dalam berbagai aspek dan bidang kehidupan sehingga tidak memungkinkan bangsa Indonesia untuk bergerak lebih maju dimasa sekarang ini. Dikarenakan hal tersebut maka bangsa Indonesia masih membutuhkan dan mengaharapkan solusi yang dapat menyelamatkan bangsa ini dari cengkraman krisis multidimensial ini. Namun sampai detik ini, tidak ada jalan keluar dan solusi yang jelas dari permasalahan tersebut, karena setiap orang hanya memandang masalah krisis ini hanya dari latar belakang profesi dan kependidikannya saja serta tidak dapat mengusulkan pendekatan-pendekatan yang lain yang mampu menyelesaikan masalah-masalah di berbagai sektor. Hal ini mungkin juga di sebabkan oleh egoisme sektor-sektor di Indonesia yang terkesan tidak saling mendukung satu sama lain sehingga menyebabkan permasalahan krisis ini hanya di tangani beberapa sektor saja atau tidak bekerja sama satu sama lain. Bagaimana seharusnya jalan keluar dari krisis ini masih sangat perlu disadari dan diamalkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Melihat hal tersebut sebenarnya ada jalan keluar yang mampu menjadi solusi yang tepat untuk permasalahan ini. Solusi yang paling tepat untuk masalah ini bukan dengan meminta bantuan utang atau tenaga ahli sebanyak-banyaknya dari negara lain. Jadi , solusi  itu adalah dengan membangun dan menata kembali karakter dan watak bangsa kita sendiri. Namun hal ini dirusak oleh bangsa Indonesia sendiri sejak dulu, sejak jatuhnya masa orde baru yaitu ketika kehidupan politik, budaya dan ideologi bangsa juga mengalami krisis. Hal ini juga makin diperparah dengan terpecah belahnya kesatuan wilayah dan hati bangsa Indonesia. Itu menyebabkan upaya perbaikan nasib rakyat menjadi lebih buruk di bandingkan sebelumnya.
Membangun karakter bangsa adalah satu-satunya solusi yang tepat dalam menghadapi krisis ini. Hal yang menakjubkan ini hanya pernah di terapkan oleh presiden pertama kita yaitu Bung Karno pada saat itu bangsa Indonesia masih memiliki kebanggan sebagai bangsa Indonesia dengan karakternya sendiri, yaitu kesatuan seluruh wilayah dan hati bangsa Indonesia serta kepercayaan diri bangsa Indonesia yang tinggi sehingga mampu menjadi bangsa yang patut dibanggakan. Namun, fondasi karakter itu telah rusak karena tidak di teruskan semangatnya oleh penerus selanjutnya sehingga fondasi karakter bangsa ini rusak. Sehingga yang ada pada saat ini utang semakin membumbung korupsi merajalela, pejabat bias di beli, rasa persatuan berkurang, dan konflik antar bangsa Indonesia sudah makin luntur. Namun, semua hal itu bias ditanggulangi kembali dengan memupuk dan membangun rasa persatuan di berbagai bidang. Rasa persatuan ini memicu bangsa Indonesia untuk terus bekerja sama dalam menghadapi krisis multidimensial ini. Dan persatuan itulah yang menjadi karakter kita.Krisis multidimensi akan menyebabkan gangguan pada NKRI,begitu pula dengan globalisasi.
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Globalisasi bisa menguntungkan tapi juga bisa sebaliknya. Oleh karena itu diperlukan upaya khusus untuk mengatasinya yaitu dengan membangun karakter bangsa, salah satunya dengan upaya bela negara.
Dalam UUD 1945 tidak dijelaskan pengertian usaha pembelaan negara. Untuk mengetahui hal tersebut, dapat dilihat dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Per­tahanan Negara. Istilah yang digunakan dalam undang­undang tersebut bukan ”usaha pembelaan negara” tetapi digunakan istilah lain yang mempunyai makna sama yaitu ”upaya bela negara”. Dalam penjelasan tersebut ditegas­kan, bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.Supaya hidup tertib, aman, dan damai maka diperlukan negara. Negara akan tegak berdiri jika dipertahankan oleh setiap warga negaranya. Oleh karena itu, membela negara sangat penting dilakukan oleh setiap warga negaranya. Ada beberapa alasan mengapa usaha pembelaan negara penting dilakukan oleh setiap warga negara Indonesia, diantaranya yaitu:
       a.         untuk mempertahankan negara dari berbagai ancaman;
b.         untuk menjaga keutuhan wilayah negara;
c.         merupakan panggilan sejarah;
d.         merupakan kewajiban setiap warga negara.
Alasan-alasan pentingnya usaha pembelaan negara tersebut dapat dihubungkan dengan pertama, teori fungsi negara, kedua, unsur-unsur negara, ketiga, aspek sejarah perjuangan bangsa (merupakan panggilan sejarah), dan keempat, peraturan perundang-undangan tentang kewajiban membela negara.
Dari bagan itu bisa kita lihat betapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan kaitannya dengan membentuk karakter seseorang. Seberapa pintar orang itu tapi jika karakter orang itu tidak baik akan menimbulkan masalah besar misalnya korupsi, penipuan,dll. Maka, untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satu hal yang paling utama adalah membentuk karakter bangsa yang baik dulu dengan pendidikan kewarganegaraan, hal yang mendasari pembentukan itu dan patut dijadikan pedoman yaitu pancasila dan UUD 1945 karena di dalam kedua hal itu terkandung nilai – nilai luhur yang bisa membentuk kepribadian yang baik yang akan menimbulkan dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di bawah ini merupakan pasal – pasal yang penting untuk diketahui yaitu berkenaan dengan pendidikan,antara lain:
Pasal 31 ayat 1,2,3,4,5, berbunyi :
Ayat 1 : Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Ayat  2 : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Ayat 3 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ,yang diatur dengan undang-undang.
Ayat  4 : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang – kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan nasional.
Ayat  5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai – nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradapan kesejahteraan umat manusia.
Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan bahwa  fungsi pembinaan karakter sendiri sebenarnya merupakan fungsi utama pendidikan nasional, yakni Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 
Undang undang yang mengatur pendidikan antara lain:
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, estándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.





Peran Dikti
Membangun sikap moral bangsa
Peran para pejuang kemerdekaan sebelum merdeka (Soekarno Cs)
Sadar pentingnya nasionalisme
Kemerdekaan Indonesia
Perubahan sikap dan pandangan hidup (globalisasi)
Mahasiswa
Memberikan makna  kemerdekaan sebagai bangsa yang merdeka
 
            Dalam bagan bisa kita lihat bahwa dikti sangat berperan di dalam membangun sikap moral bangsa. Peran dikti yaitu menjembatani dalam hal bagaimana cara merubah regenerasi dari yang belum mandiri menjadi lebih mandiri, dari yang belum bertanggung jawab menjadi lebih bertanggung jawab, dan memberi arahan – arahan agar bisa menjadi pemimpin kelak. Selain itu, dikti juga bisa sebagai sponsor, melengkapi sarana dan prasarana misalnya menyiapkan lahan, membangun gedung, melengkapi gedung agar terlaksana tri dharma perguruan tinggi. Dikti sadar akan peran para pejuang kemerdekaan sebelum merdeka, bagaimana pentingnya perjuangan mereka. Kalau kita cermati pada saat para pahlawan tersebut berjuang pada saat itu kondisi serba sulit. Hidup kita yang sekarang adalah serangkain yang tak lepas dari peran mereka dulu. Namun, saat ini negara kitapun tak lepas dari permasalahan. Jadi bagaimanakah sikap atau langkah yang harus kita ambil untuk mengatasi segala permasalahan yang dihadapi Negara kita ini. Langkah awal yang harus kita lakukan adalah membentuk karakter dan mental nasionalisme kita untuk menolak segala main stream thought kapitalisme beserta paradigmanya, yang merugikan rakyat, minimal kita bisa mulai dari diri kita sendiri. Hal ini sangat penting bagi kita terutama para pemuda, karena para pemuda adalah pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini. Adapun langkah berikutnya adalah membentuk atau mewujudkan suatu organisasi dan pergerakan yang berkarakter, tegas bahkan harus radikal dalam menolak dan melawan segala bentuk main stream thought imperialisme dan segala hal yang akan menciptakan disintegrasi di Negara kita. Karena perjuangan melawan segala bentuk imperialisme adalah sebuah perjuangan yang global dan universal.
Sadar pentingnya nasionalisme adalah hal utama. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan nasionalisme? Menurut beberapa informasi, nasionalisme itu berasal dari kata nation, yang artinya bangsa. Jadi kata nation jika ditambah dengan akhiran isme yang sudah kita tahu yaitu paham, berarti nasionalisme adalah paham yang menjunjung tinggi rasa kebangsaan. Atau singkat kata rasa cinta tanah air. Ketika seseorang telah sadar akan pentingnya nasionalisme, dia pasti tidak akan ragu – ragu lagi untuk berbuat yang baik demi kepentingan bersama, kepentingan bangsanya. Inilah yang menjadi pokok penting dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Ketika bangsa telah menyatu, serangan – serangan dari berbagai pihak luar pun tidak akan mudah menghancurkan kita. Masalah – masalah dalam bangsa  juga akan mudah kita selesaikan.
Kemerdekaan merupakan makna terlepas dari penjajahan. Bangsa kita telah merdeka beberapa tahun yang lalu. Dengan berbagai perjuangan, persatuan, dan kerja keras yang tinggi untuk bisa lepas dari penjajahan itu. Memeng kita telah lepas dari penjajahan pada masa dulu, berbagai tenaga bangsa kita diperas, hasil kerja di berikan kepada penjajah. Namun, saat ini rasa penjajahan itu masih ada walaupun tidak nampak seperti dahulu. Banyak orang mempertanyakan, sebenarnya apakah benar bangsa kita ini sekarang merdeka? Penjajahan masih dirasakan oleh bangsa kita, namun penjajahan sekarang beda dengan penjajahan yang dahulu. Dulu kita dijajah secara fisik akan tetapi sekarang muncul metode penjajahan modern yaitu dengan main stream thought. Dan main stream thougt ini memang bisa dikatakan sangat mujarab. Main stream thought ini antara lain membentuk suatu paradigma baru yaitu dengan menganggap uang adalah segala – galanya dan menganggap rasa nasionalisme itu seperti “katak dalam tempurung”, sehingga kita rela berbuat apapun demi mendapatkan uang dan yang paling penting suatu paradigma tersebut telah memudarkan rasa nasionalisme kita. Ini adalah suatu hal yang sangat ironis. Memang kami akui uang itu penting, kita beli barang juga memakai uang, biaya pendidikan juga pakai uang. Akan tetapi kita juga harus ingat perjuangan para pahlawan baik dalam merebut dan mempertahankan bangsa ini pada masa lampau, mereka berjuang tanpa dilandasi oleh materi, bahkan mereka rela berkorban demi bangsa ini secara puritan. Tapi mereka berjuang dengan dilandasi rasa nasionalisme dan rasa persatuan dan kesatuan demi tercapainya sebuah tujuan.
Di era globalisasi yang dimotori negara – negara kapitalis( Amerika beserta antek – anteknya ) banyak anggapan bahwasannya nasionalisme itu seperti “katak dalam tempurung” dan tidak relevan lagi pada zaman yang serba modern. Ini suatu pernyataan konyol dan sangat menyesatkan. Ini adalah suatu proses pendistorsian, mereka mempropagandakanya ke semua negara – negara dunia ketiga, yang notabene siap untuk dieksploitasi kekayaan alam dan manusianya ( termasuk Indonesia ). Dan apakah kita sebagai putra – putri bangsa Indonesia ini rela kekayaan alam yang seharusnya menjadi hak kita, direbut dan dieksploitasi oleh mereka. Oleh karena itu, karakter untuk membentuk moral bangsa, untuk sadar akan pentingnya nasionalisme sangat diperlukan. Pintar tapi tidak bermoral juga sangat disayangkan karena hanya akan menjadikan bangsa makin terpuruk. Dengan kepintarannya bisa digunakan untuk hal negatif seperti melakukan berbagai hal, salah satunya penipuan.
Di era globalisasi yang semunya sudah menjadi canggih ini juga bisa membuat makin mudah menghancurkan moral bangsa kita. Banyak budaya – budaya asing yang terkadang melunturkan budaya kita. Selain itu, banyak ancaman – ancaman yang akan melunturkan kesatuan kita. Oleh sebab itu, moral kita, rasa nasionalisme kita harus benar ditanamkan dalam – dalam agar tidak mudah hancur dan luntur oleh hal – hal yang akan menyesatkan kita.








Daftar Pustaka
http:// id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme
M. Kaelan.2010.Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi.Yogyakarta: Paradigma.
Ridholawliet.2009.Keilmuan. http://brta.in/muX7qcFw

www.kemdiknas.go.id, 2 mei 2011

1 komentar: