Pendidikan
Kewarganegaraan Berbasis Pada Pendidikan Karakter
Menata
kehidupan berbangsa dan bernegara
|
Pancasila
dan UUD 1945
|
Krisis multidimensi
|
Dikwar
|
Dik
karakter
|
NKRI
|
Lingstra
|
Globalisasi
|
Dari bagan
tersebut bisa kita ketahui bahwa pancasila merupakan landasan filosofi karena
merupakan dasar filsafat negara. Oleh karena itu sudah merupakan suatu
keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan UUD 1945 adalah
landasan yuridis (operasionalnya) yaitu yang mncantumkan atau sarana yang
memuat pancasila dan yang mengandung nilai pancasila. Pancasila dan UUD1945
akan menjadi pedoman untuk melaksanakan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan
kewarganegaraan bersifat eksternal. Selain pancasila dan UUD 1945, hal yang
tidak boleh ditinggalkan adalah pendidikan karakter. Jadi, pendidikan
kewarganegaraan harus diarahkan pada pendidikan karakter.
Pengertian karakter menurut Pusat
Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter
mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi
(motivations), dan keterampilan
(skills). Karakter berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Dari hal itu dapat
disimpulkan bahwa karakter adalah watak, tabiat, kepribadian seseorang yang
terbentuk dari faktor atau hasil internalisasi atau intern berbagai kebijakan
atau berbagai kebajikan yang diyakininya maka digunakannya sebagai landasan
cara pandangnya atau pola pikirnya serta sikap dan tindakannya dalam hidup
bermasyarakat.
Karakter mulia berarti individu
memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai
seperti reflektif, percaya diri,
rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat,
bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani,
dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah,
pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti,
berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner,
bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu,
pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan
(estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu
juga mampu bertindak sesuai
potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan
positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha
melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia
internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya
dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada siswa maupun
mahasiswa yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan
karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang
baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum
adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan
karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai,
yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari
karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat
absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter
dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter
dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar
tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya),
tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama,
percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan
kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta
persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari:
dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab;
kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya
integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak
kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi
nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut
atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah
itu sendiri.
` Para
pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan
pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Dewasa ini banyak pihak
menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter
pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena
sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat,
seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya.
Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai
pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal
sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan
peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui
peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Namun demikian, ada
perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan
modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar
menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan
di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif,
pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian
yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui
penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Nilai-nilai Karakter
Berdasarkan kajian nilai-nilai
agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip
HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima
nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan.
Berikut adalah daftar nilai-nilai utama yang dimaksud dan diskripsi ringkasnya.
1.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
Religius : Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang
yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran
agamanya.
2.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. Bertanggung jawab : Sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME. Bergaya hidup sehat : Segala upaya
untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan
menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.Disiplin : Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan. Kerja keras : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan guna
menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya. Percaya diri : Sikap
yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap
keinginan dan harapannya. Berjiwa wirausaha : Sikap dan perilaku yang mandiri
dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru,
menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur
permodalan operasinya. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif : Berpikir
dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. Mandiri
: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Ingin tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar. Cinta ilmu : Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
pengetahuan.
3.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain : Sikap
tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri
dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain. Patuh pada
aturan-aturan sosial : Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan
dengan masyarakat dan kepentingan umum. Menghargai karya dan
prestasi orang lain : Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati
keberhasilan orang lain. Santun : Sifat yang halus dan baik dari sudut
pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. Demokratis : Cara
berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
4.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
Peduli sosial dan lingkungan : Sikap dan tindakan yang
selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan. Nilai kebangsaan : Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya. Nasionalis : Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. Menghargai
keberagaman : Sikap memberikan respek/ hormat terhadap berbagai macam hal baik
yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
Yang
dimaksud dengan pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses
pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran
akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam
tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang
berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dengan
demikian, kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik
menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan
untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Pendidikan karakter bersifat internal karena tidak terlihat
tapi bisa dirasakan keberadaannya. Karakter yang baik adalah dambaan bagi kita
semua. Selanjutnya,pendidikan kewarganegaraan yang baik yang berlandaskan
kepada pancasila dan UUD 1945 serta membentuk karakter akan menata kehidupan
berbangsa dan bernegara. Namun beberapa akhir ini, bangsa kita dilanda krisis
multidimensi. Krisis multidimensi yang terjadi saat sekarang ini berawal dari krisis
ekonomi yang menghantam dan mengacaukan kehidupan bangsa Indonesia yang lebih
dari sepuluh tahun. Krisis berkepanjangan yang terjadi ini telah merambah ke
segala aspek dan sektor , seperti politik, moral, pendidikan, iptek, budaya dan
agama. Ini menjadi masalah yang amat pelik bagi kehidupan kita karena telah
menyerang bangsa Indonesia dalam berbagai aspek dan bidang kehidupan sehingga
tidak memungkinkan bangsa Indonesia untuk bergerak lebih maju dimasa sekarang
ini. Dikarenakan hal tersebut maka bangsa Indonesia masih membutuhkan dan
mengaharapkan solusi yang dapat menyelamatkan bangsa ini dari cengkraman krisis
multidimensial ini. Namun sampai detik ini, tidak ada jalan keluar dan solusi
yang jelas dari permasalahan tersebut, karena setiap orang hanya memandang
masalah krisis ini hanya dari latar belakang profesi dan kependidikannya saja
serta tidak dapat mengusulkan pendekatan-pendekatan yang lain yang mampu
menyelesaikan masalah-masalah di berbagai sektor. Hal ini mungkin juga di
sebabkan oleh egoisme sektor-sektor di Indonesia yang terkesan tidak saling
mendukung satu sama lain sehingga menyebabkan permasalahan krisis ini hanya di
tangani beberapa sektor saja atau tidak bekerja sama satu sama lain. Bagaimana
seharusnya jalan keluar dari krisis ini masih sangat perlu disadari dan
diamalkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Melihat hal tersebut sebenarnya ada
jalan keluar yang mampu menjadi solusi yang tepat untuk permasalahan ini.
Solusi yang paling tepat untuk masalah ini bukan dengan meminta bantuan utang
atau tenaga ahli sebanyak-banyaknya dari negara lain. Jadi , solusi itu
adalah dengan membangun dan menata kembali karakter dan watak bangsa kita
sendiri. Namun hal ini dirusak oleh bangsa Indonesia sendiri sejak dulu, sejak
jatuhnya masa orde baru yaitu ketika kehidupan politik, budaya dan ideologi
bangsa juga mengalami krisis. Hal ini juga makin diperparah dengan terpecah
belahnya kesatuan wilayah dan hati bangsa Indonesia. Itu menyebabkan upaya
perbaikan nasib rakyat menjadi lebih buruk di bandingkan sebelumnya.
Membangun karakter bangsa adalah
satu-satunya solusi yang tepat dalam menghadapi krisis ini. Hal yang
menakjubkan ini hanya pernah di terapkan oleh presiden pertama kita yaitu Bung
Karno pada saat itu bangsa Indonesia masih memiliki kebanggan sebagai bangsa
Indonesia dengan karakternya sendiri, yaitu kesatuan seluruh wilayah dan hati bangsa
Indonesia serta kepercayaan diri bangsa Indonesia yang tinggi sehingga mampu
menjadi bangsa yang patut dibanggakan. Namun, fondasi karakter itu telah rusak
karena tidak di teruskan semangatnya oleh penerus selanjutnya sehingga fondasi
karakter bangsa ini rusak. Sehingga yang ada pada saat ini utang semakin
membumbung korupsi merajalela, pejabat bias di beli, rasa persatuan berkurang,
dan konflik antar bangsa Indonesia sudah makin luntur. Namun, semua hal itu
bias ditanggulangi kembali dengan memupuk dan membangun rasa persatuan di
berbagai bidang. Rasa persatuan ini memicu bangsa Indonesia untuk terus bekerja
sama dalam menghadapi krisis multidimensial ini. Dan persatuan itulah yang
menjadi karakter kita.Krisis multidimensi akan menyebabkan gangguan pada
NKRI,begitu pula dengan globalisasi.
Globalisasi adalah
suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling
berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang
melintasi batas negara. Globalisasi bisa menguntungkan tapi juga bisa
sebaliknya. Oleh karena itu diperlukan upaya khusus untuk mengatasinya yaitu
dengan membangun karakter bangsa, salah satunya dengan upaya bela negara.
Dalam UUD 1945 tidak dijelaskan
pengertian usaha pembelaan negara. Untuk mengetahui hal tersebut, dapat dilihat
dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Istilah yang
digunakan dalam undangundang tersebut bukan ”usaha pembelaan negara” tetapi digunakan istilah lain yang mempunyai makna sama
yaitu ”upaya bela negara”. Dalam penjelasan tersebut ditegaskan, bahwa
upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan
negara.Supaya hidup tertib, aman, dan damai maka diperlukan negara. Negara akan
tegak berdiri jika dipertahankan oleh setiap warga negaranya. Oleh karena itu,
membela negara sangat penting dilakukan oleh setiap warga negaranya. Ada
beberapa alasan mengapa usaha pembelaan negara penting dilakukan oleh setiap
warga negara Indonesia, diantaranya yaitu:
a.
untuk
mempertahankan negara dari berbagai ancaman;
b. untuk
menjaga keutuhan wilayah negara;
c. merupakan
panggilan sejarah;
d. merupakan
kewajiban setiap warga negara.
Alasan-alasan pentingnya usaha
pembelaan negara tersebut dapat dihubungkan dengan pertama, teori fungsi negara, kedua, unsur-unsur negara, ketiga, aspek
sejarah perjuangan bangsa (merupakan panggilan sejarah), dan keempat,
peraturan perundang-undangan tentang kewajiban membela negara.
Dari bagan itu bisa kita lihat
betapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan kaitannya dengan membentuk
karakter seseorang. Seberapa pintar orang itu tapi jika karakter orang itu
tidak baik akan menimbulkan masalah besar misalnya korupsi, penipuan,dll. Maka,
untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satu hal yang paling
utama adalah membentuk karakter bangsa yang baik dulu dengan pendidikan
kewarganegaraan, hal yang mendasari pembentukan itu dan patut dijadikan pedoman
yaitu pancasila dan UUD 1945 karena di dalam kedua hal itu terkandung nilai –
nilai luhur yang bisa membentuk kepribadian yang baik yang akan menimbulkan
dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di bawah ini merupakan pasal – pasal yang penting
untuk diketahui yaitu berkenaan dengan pendidikan,antara lain:
Pasal 31 ayat 1,2,3,4,5,
berbunyi :
Ayat 1 : Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan.
Ayat 2 : Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Ayat 3 : Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
,yang diatur dengan undang-undang.
Ayat 4 : Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang – kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja
negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan nasional.
Ayat 5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai – nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradapan kesejahteraan umat manusia.
Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan
bahwa fungsi pembinaan karakter sendiri
sebenarnya merupakan fungsi utama pendidikan nasional, yakni Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Undang undang yang mengatur
pendidikan antara lain:
Undang Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang undang ini selain memuat pembaharuan
visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur
tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar,
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak
dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur
jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, estándar nasional pendidikan,
kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan,
pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam
pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan,
penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan
pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Peran Dikti
|
Membangun sikap moral bangsa
|
Peran para pejuang
kemerdekaan sebelum merdeka (Soekarno Cs)
|
Sadar pentingnya
nasionalisme
|
Kemerdekaan Indonesia
|
Perubahan sikap dan
pandangan hidup (globalisasi)
|
Mahasiswa
|
Memberikan makna kemerdekaan sebagai bangsa yang merdeka
|
Dalam bagan bisa kita lihat bahwa
dikti sangat berperan di dalam membangun sikap moral bangsa. Peran dikti yaitu
menjembatani dalam hal bagaimana cara merubah regenerasi dari yang belum
mandiri menjadi lebih mandiri, dari yang belum bertanggung jawab menjadi lebih
bertanggung jawab, dan memberi arahan – arahan agar bisa menjadi pemimpin
kelak. Selain itu, dikti juga bisa sebagai sponsor, melengkapi sarana dan
prasarana misalnya menyiapkan lahan, membangun gedung, melengkapi gedung agar
terlaksana tri dharma perguruan tinggi. Dikti sadar akan peran para pejuang
kemerdekaan sebelum merdeka, bagaimana pentingnya perjuangan mereka. Kalau kita cermati pada saat para pahlawan tersebut berjuang pada saat itu kondisi serba sulit. Hidup kita
yang sekarang adalah serangkain yang tak lepas dari peran mereka dulu. Namun,
saat ini negara kitapun tak lepas dari permasalahan. Jadi bagaimanakah sikap atau langkah yang harus kita ambil untuk mengatasi
segala permasalahan yang dihadapi Negara kita ini. Langkah awal yang harus kita
lakukan adalah membentuk karakter dan mental nasionalisme kita untuk menolak
segala main stream thought kapitalisme
beserta paradigmanya, yang merugikan rakyat, minimal kita bisa mulai dari diri
kita sendiri. Hal ini sangat penting bagi kita terutama para pemuda, karena
para pemuda adalah pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini. Adapun
langkah berikutnya adalah membentuk atau mewujudkan suatu organisasi dan
pergerakan yang berkarakter, tegas bahkan harus radikal dalam menolak dan
melawan segala bentuk main stream
thought imperialisme dan segala hal yang akan menciptakan disintegrasi
di Negara kita. Karena perjuangan melawan segala bentuk imperialisme adalah
sebuah perjuangan yang global dan universal.
Sadar
pentingnya nasionalisme adalah hal utama. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan
nasionalisme? Menurut beberapa informasi, nasionalisme itu berasal dari kata
nation, yang artinya bangsa. Jadi kata nation jika ditambah dengan akhiran isme
yang sudah kita tahu yaitu paham, berarti nasionalisme adalah paham yang
menjunjung tinggi rasa kebangsaan. Atau singkat kata rasa cinta tanah air.
Ketika seseorang telah sadar akan pentingnya nasionalisme, dia pasti tidak akan
ragu – ragu lagi untuk berbuat yang baik demi kepentingan bersama, kepentingan
bangsanya. Inilah yang menjadi pokok penting dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa. Ketika bangsa telah menyatu, serangan – serangan dari berbagai
pihak luar pun tidak akan mudah menghancurkan kita. Masalah – masalah dalam
bangsa juga akan mudah kita selesaikan.
Kemerdekaan
merupakan makna terlepas dari penjajahan. Bangsa kita telah merdeka beberapa
tahun yang lalu. Dengan berbagai perjuangan, persatuan, dan kerja keras yang
tinggi untuk bisa lepas dari penjajahan itu. Memeng kita telah lepas dari
penjajahan pada masa dulu, berbagai tenaga bangsa kita diperas, hasil kerja di
berikan kepada penjajah. Namun, saat ini rasa penjajahan itu masih ada walaupun
tidak nampak seperti dahulu. Banyak orang mempertanyakan, sebenarnya apakah
benar bangsa kita ini sekarang merdeka? Penjajahan masih dirasakan oleh bangsa
kita, namun penjajahan sekarang beda dengan penjajahan yang dahulu. Dulu kita dijajah secara fisik akan tetapi sekarang muncul metode penjajahan
modern yaitu dengan main stream
thought. Dan main stream thougt ini memang bisa
dikatakan sangat mujarab. Main stream
thought ini antara lain membentuk suatu paradigma baru yaitu dengan
menganggap uang adalah segala – galanya dan menganggap rasa nasionalisme itu
seperti “katak dalam tempurung”,
sehingga kita rela berbuat apapun demi mendapatkan uang dan yang paling penting
suatu paradigma tersebut telah memudarkan rasa nasionalisme kita. Ini adalah
suatu hal yang sangat ironis. Memang kami akui uang itu penting, kita beli
barang juga memakai uang, biaya pendidikan juga pakai uang. Akan tetapi kita
juga harus ingat perjuangan para pahlawan baik dalam merebut dan mempertahankan
bangsa ini pada masa lampau, mereka berjuang tanpa dilandasi oleh materi,
bahkan mereka rela berkorban demi bangsa ini secara puritan. Tapi mereka berjuang dengan dilandasi rasa nasionalisme
dan rasa persatuan dan kesatuan demi tercapainya sebuah tujuan.
Di era globalisasi yang dimotori negara – negara kapitalis( Amerika beserta antek – anteknya )
banyak anggapan bahwasannya nasionalisme itu seperti “katak dalam tempurung” dan tidak relevan lagi pada zaman
yang serba modern. Ini suatu pernyataan konyol dan sangat menyesatkan. Ini
adalah suatu proses pendistorsian, mereka mempropagandakanya ke semua negara – negara dunia ketiga, yang notabene siap untuk dieksploitasi
kekayaan alam dan manusianya ( termasuk Indonesia ). Dan apakah kita sebagai
putra – putri bangsa Indonesia ini rela kekayaan alam yang seharusnya menjadi
hak kita, direbut dan dieksploitasi oleh mereka. Oleh karena itu, karakter untuk
membentuk moral bangsa, untuk sadar akan pentingnya nasionalisme sangat
diperlukan. Pintar tapi tidak bermoral juga sangat disayangkan karena hanya
akan menjadikan bangsa makin terpuruk. Dengan kepintarannya bisa digunakan untuk
hal negatif seperti melakukan berbagai hal, salah satunya penipuan.
Di era globalisasi yang semunya
sudah menjadi canggih ini juga bisa membuat makin mudah menghancurkan moral
bangsa kita. Banyak budaya – budaya asing yang terkadang melunturkan budaya
kita. Selain itu, banyak ancaman – ancaman yang akan melunturkan kesatuan kita.
Oleh sebab itu, moral kita, rasa nasionalisme kita harus benar ditanamkan dalam
– dalam agar tidak mudah hancur dan luntur oleh hal – hal yang akan menyesatkan
kita.
Daftar Pustaka
http://
id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme
M. Kaelan.2010.Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi.Yogyakarta:
Paradigma.
www.kemdiknas.go.id,
2 mei 2011
Pendidikan Karakter....like.
BalasHapus