Sabtu, 10 Desember 2016

Diare

Diare

1. Definisi
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa (lebih dari 3 kali sehari). Juga perubahan dalam jumlah dan konsistensi (feses encer). Hal ini biasanya berkaitan dengan dorongan, rasa tak nyaman pada area periatal, inkontinensia, atau kombinasi dari faktor ini. Tiga faktor yang menentukan keparahannya : sekresi intestinal, perubahan penyerapan mukosa, dan peningkatan motilitas (Baughman, D. C dan Hackley, J. C,  2000). Sedangkan menurut Depkes RI (2005), diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

2. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari Diare menurut Baughman, D. C dan Hackley, J. C. (2000) adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan frekuensi dan kandungan cairan dalam feses
2. Kram abdomen, distensi, bising usus (borborigmus), anoreksia, dan rasa haus.
3. Kontraksi spasmodik yang sakit dari anus dan mengejan tak efektif (tenesmus) mungkin terjadi setiap kali defekasi
4. Sifat dan awitannya dapat eksplosif dan bertahap. Gejala yang berkaitan adalah dehidrasi dan kelemahan
5. Feses yang banyak mengandung air menandakan penyakit usus halus.
6. Feses yang lunak, semipadat berkaitan dengan kelainan kolon.
7. Feses berwarna keabu-abuan menandakan malabsorpsi usus.
8. Mukus dan pus dalam feses menunjukkan enteritis inflamasi atau kolitis.
9. Bercak minyak pada air toilet merupakan diagnostik dari insufisiensi pankreas.
10. Diare noktural mungkin merupakan manifestasi neuropati Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang.
Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat (Suharyono, 1986). Adapun tanda-tanda dan gejala-gejala yang ditimbulkan akibat diare:
Diare dengan dehidrasi ringan, dengan gejala sebagai berikut:
1. Frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari
2. Keadaan umum baik dan sadar
3. Mata normal dan air mata ada
4. Mulut dan lidah basah
5. Tidak merasa haus dan bisa minum
Diare dengan dehidrasi sedang, kehilangan cairan sampai 5-10% dari berat badan, dengan gejala sebagai berikut :
1. Frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan sering
2. Kadang-kadang muntah, terasa haus
3. Kencing sedikit, nafsu makan kurang
4. Aktivitas menurun
5. Mata cekung, mulut dan lidah kering
6. Gelisah dan mengantuk
7. Nadi lebih cepat dari normal, ubun-ubun cekung
Diare dengan dehidrasi berat, kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan, dengan gejala:
1. Frekuensi buang air besar terus-menerus
2. Muntah lebih sering, terasa haus sekali
3. Tidak kencing, tidak ada nafsu makan
4. Sangat lemah sampai tidak sadar
5. Mata sangat cekung, mulut sangat kering
6. Nafas sangat cepat dan dalam
7. Nadi sangat cepat, lemah atau tidak teraba
8. Ubun-ubun sangat cekung

3. Etiologi
Penyebab atau etiologi diare menurut Widjaj (2002), dapat dikelompokkan menjadi:
Virus: Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
Bakteri: Escherichia coli (20-30%), Shigela sp. (1-1%), Vibrio cholerae, dan lain-lain.
Parasit: Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lambia, Crystosporidium (4-11%).
Keracunan makanan
Malabsorbsi: karbohidrat, lemak dan protein.
Alergi: makanan, susu sapi
Imunodefisiensi: AIDS
Sedangkan menurut Dwienda dkk (2014) diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan faktor psikologis yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Faktor Infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang sebagai berikut.
1. Infeksi Bakteri oleh kuman E.coli, Salmonella, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik ( memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah) seperti pseudomonas.
2. Infeksi basil (disentri)
3. Infeksi virus enterovirus dan adenovirus.
4. Infeksi parasit oleh cacing (askaris)
5. Infeksi jamur (candidiasis)
6. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan.
7. Keracunan makanan
b. Faktor Malabsorpsi
1. Malabsorpsi karbohidrat.
2. Malabsorpsi lemak
Dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat jadi muncul karena lemak tidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja mengandung lemak.
c. Faktor makanan
Makanan yang diakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah ( sayuran ) dan kurang matang.
d. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak, dapat menyebabkan diare kronis.

4. Klasifikasi Diare
Menurut Dwienda dkk (2014), klasifikasi berdasarkan lamanya diare :
a. Diare Akut
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut terjadi sewaktu-waktu tetapi gejalanya dapat berat. Penyebabnya sebagai berikut.
Gangguan jasad renik atau bakteri yang masuk ke dalam usus halus setelah melewati berbagai rintangan asam lambung
Jasad renik yang berkembang pesat di dalam usus halus
Racun yang dikeluarkan oleh bakteri
Kelebihan cairan usus akibat racun
b. Diare kronis atau menahun persisten
Diare kronis yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut. Pada diare menahun (kronis), kejadiannya lebih kompleks. Berikut beberapa faktor yang menimbulkannya, terutama jika sering berulang pada anak.
Gangguan bakteri, jamur dan parasit
Malabsorpsi kalori
Malabsorpsi lemak
Berdasarkan mekanisme patofisiologik :
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)

5. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare (Latief, Abdul dkk, 2007). Menurut Latief, Abdul dkk (2007) mekanisme dasar yang menyebabkan diare adalah sebagai berikut :
a. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat, sahingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadilah diare.
b. Gangguan Seksresi
Akibat rangsangan tertentu (missal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare juga.

6. Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan (Simadibrata, 2006).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie, 2010).
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010). Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain (Juffrie, 2010).
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat (Juffrie, 2010). Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan lain-lain (Hadi, 2002).









DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C dan Hackley, J. C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah : Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Edisi 4. Jakarta : Ditjen PPM dan PI.
Dwienda, O., Maita, L., Saputri, E. M., dan Yulviana, R. 2014. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi / Balita dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta : Deepublish.
Hadi, S., 2002. Gastroenterologi. Bandung : Penerbit Alumni
Juffrie, M., et al, 2010. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit IDAI.
Latief, Abdul dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesahatan Anak Fakultas Kedokteran UI
Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.
Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.
Soegijanto, S. 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta : Salemba Medika.
Suharyono.1986. Diare Akut. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Widjaja, M. C. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta : Kawan Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar