Sabtu, 10 Desember 2016

Kajian Kasus diabetes mellitus

PENYAKIT DIABETES MELLITUS

I. KASUS
Seorang pria 58 tahun dengan riwayat diabetes mellitus tipe 2 selama 13 tahun yang lalu mengunjungi klinik karena peningkatan pembengkakan di kaki nya. Pembengkakan mulai sekitar 6 bulan sebelumnya dan memburuk selama 6 minggu terakhir. Pasien menyangkal demam, menggigil, arthralgia, pembengkakan sendi, atau ruam kulit. Selain itu, ia melaporkan tidak ada perubahan visual, epistaksis, hemoptisis, atau batuk. Dia tidak memiliki gejala nyeri pinggang, hematuria, disuria. Riwayat medis pasien antara lain hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, dan usus buntu. Obatnya yang digunakan selama ini yaitu glyburide 10 mg sehari, amlodipine 10 mg setiap hari (rentang dosis 2,5-10 mg), ibuprofen sesekali. Dia tidak menyalahgunakan alkohol, tembakau, atau obat-obatan terlarang. Tidak ada riwayat keluarga penyakit ginjal yang diketahui, meskipun beberapa anggota keluarganya memiliki diabetes mellitus dan penyakit jantung.

II. HASIL PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan fisik mengungkapkan pasien sehat tanpa distres akut
2. Tekanan darah pasien tinggi yaitu 152/93 mm Hg
3. Denyut jantungnya adalah 75 bpm
4. Laju pernapasan adalah 14 napas / menit
5. Suhunya yaitu 37,3 ° C (99,1 ° F)
6. Pemeriksaan kepala dan leher adalah normal, dengan tidak ada bukti konjungtivitis, limfadenopati, tiromegali, atau ulserasi hidung
7. Pemeriksaan fundus penting untuk preproliferative diabetes retinopati. Paru-paru jelas, tetapi pemeriksaan hati yang luar biasa untuk S4 gallop
8. Ekstremitas lebih rendah memiliki 3 + pitting edema hingga pertengahan betis.
9. Tidak ada kulit ruam, petechiae, dan purpura yang hadir.
10. Pemeriksaan neurologis adalah noncontributory, tanpa temuan perubahan motorik atau sensorik.
11. Rontgen dada pasien menunjukkan tidak infiltrasi, efusi, atau adenopati. Berdasarkan temuan edema, proteinuria tinggi, hipoalbuminemia, dan lipiduria, sindrom nefrotik diduga.
12. Work-up untuk penyebab sekunder atau sistemik penyakit ginjalnya mengungkapkan tidak ada antinuclear atau anti-double-stranded antibodi, tingkat faktor komplemen dan reumatoid normal, serologi negatif untuk hepatitis B dan C, dan tidak ada cryoglobulins serum.
13. Analisa serum dan protein urin dan immunoelectrophoresis mengungkapkan tidak ada imunoglobulin atau light chain bebas
14. Koleksi urin 24 jam menegaskan proteinuria nefrotik (4.35 gram protein).
15. Biopsi ginjal yaitu evaluasi mikroskopis cahaya jaringan ginjal (Gambar 1) penting untuk nodul mesangial (yaitu, Kimmelstiel-Wilson nodul), penebalan difus loop kapiler, dan glomerulosklerosis.

III. ANALISIS KASUS
1. Analisis Subjektif
- Pembengkakan di kaki
2. Analisis Objektif
- Hipertensi Stage 1 (TD : 152/93 mm Hg, normal untuk pasien DM = 130/80 mmHg)
- HBA1C meningkat ( 7,1 mg/dl, normal< 7 mg/dl)
- Hiperkolesterolemia (255 mg/dL,normal < 200 mg/dL)
- Penyakit ginjal (protein urin 4,35 g/dl)
- Anemia (Hematokrit : 37,2 % (<40 %))
3. Analisis Problem
- 13 tahun lalu hingga sekarang : Diabetes Mellitus tipe 2
- Hipertensi
- Usus Buntu
4. Terapi
- Glyburide 10 mg 1 kali sehari
- Amlodipine 10 mg 1 kali sehari (rentang dosis 2,5-10 mg)
- Ibuprofen sesekali.
IV. IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT
Penyebab paling mungkin dari penyakit ginjal pada pasien tersebut adalah diabetik nefropati. Biopsi ginjal tidak selalu diperlukan untuk mendiagnosa nefropati diabetik. Dengan tidak adanya temuan klinis yang relevan pada pasien (misalnya, ruam, kelainan sendi, hemoptisis) atau parameter laboratorium (misalnya, kehadiran antibodi antinuklear, tingkat komplemen yang rendah, eritrosit gips) sugestif dari penyakit sistemik, pemeriksaan jaringan ginjal pada pasien diabetes dengan retinopati, proteinuria, dan insufisiensi ginjal

V. EPIDEMIOLOGI
Nefropati diabetik adalah penyebab utama penyakit ginjal di Amerika Serikat. Kejadian kumulatif nefropati (proteinuria) pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau tipe 2 adalah sekitar 40%.

VI. PATOLOGI
Karakteristik perubahan patologis nefropati diabetik dapat dibagi menjadi 5 tahap. Pada onset diabetes mellitus, histologi ginjal pasien menunjukkan tidak ada kelainan. Dalam waktu 2 sampai 3 tahun (tahap I), glomerular basement terjadi penebalan. Setelah 3-8 tahun (tahap II), glomerular basement terjadi penebalan berlanjut dan mesangial matrix widening berkembang. Nefropati diabetik baru jadi (tahap III) dicatat pada 8 sampai 15 tahun dan terbukti secara klinis dengan onset mikroalbuminuria (30-300 mg / 24 jam, atau > 20 mg / menit). Histologi ginjal mengungkapkan membran kapilar glomerular basement menebal, pelebaran mesangial, dan glomerulosklerosis intracapillary (yaitu pembentukan glomerular scar). Nefropati diabetik terbuka (tahap IV), terkait dengan macroalbuminuria (> 300 mg / 24 jam) dan disfungsi ginjal, terjadi setelah 15 sampai 29 tahun. Seperti yang terlihat pada kasus pasien, membran basement glomerulus menebal dan mesangial melebar, nodul Kimmelstiel-Wilson, hialinisasi arteriol, dan glomerulosklerosis yang tercatat pada biopsi ginjal. Selain itu, perubahan struktur pembuluh darah (hyalinosis) dan tubulointerstitium (atrofi tubular dan fibrosis interstitial) dicatat. Stadium akhir gagal ginjal (tahap V) dari diabetes mellitus terjadi setelah 20 sampai 30 tahun dan ditandai oleh  penutupan kapiler glomerulus dan sklerotik dan hyalinized glomeruli (ginjal bekas luka).

VII ANALISIS DRUG RELATED PROBLEM
DRP Penyelesaian
1. Tidak ada indikasi untuk obat :-
2. Indikasi untuk tetapi obat tidak diresepkan
A. Terapi peningkat kontrol glikemik                 untuk memperlambat                                         perkembangan nefropati diabetik ke             stadium akhir penyakit ginjal
       B. Terapi penurun lipid
       C. Terapi anemia
       D. Pembengkakan di kaki 
Solusi
 #Dibutuhkan terapi Insulin (insulin glargine 18 unit setiap jam tidur dan insulin lispro 5 unit sebelum makan)
#Dibutuhkan terapi antihiperlipid dengan statin yaitu simvastatin 10 mg pada malam hari.
#Ditambahkan suplemen erythropoietin dan zat besi
#Diberikan diuretik untuk membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh dengan membuang cairan
3. Salah rejimen obat
-Glyburide tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid.
Solusi
         #Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih dapat digunakan glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat, misal tolbutamid 500 mg sehari sekali.
4. Dosis Berlebih / Over dose  : -
5. Dosis kurang : -
6. Adverse Drug Reaction/ alergi obat :-
7. Interaksi Obat
-Ibuprofen dan amlodipin
Solusi :
# Dilakukan penyesuaian dosis ibuprofen/digunakan seminimal mungkin saat dibutuhkan saja.
8. Pasien tidak menerima obat yang diresepkan :-
9. Hilangnya Pemantauan Rutin
-Tidak dilakukan skrining pasien                       dengan diabetes mellitus / te                              mikroalbuminuria tahunan
-Tidak dilakukan krining pasien dengan diabetes mellitus proteinuria
Solusi
# Dilakukan krining pasien dengan diabetes mellitus / tes mikroalbuminuria tahunan
#Dilakukan skrining pasien dengan diabetes mellitus proteinuria

VIII. RENCANA PENGOBATAN
1. Terapi Non Farmakologi
a. Diet yang baik karena merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
b. Pada kasus ini tidak diketahui berat badan dari pasien sehingga tidak dapat diketahui apakah pasien memiliki berat badan berlebih atau tidak. Apabila pasien memiliki berat badan berlebih, maka disarankan untuk melakukan penurunan berat badan. Penurunan berat badan terbukti dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dap mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
c. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan untuk pasien juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
d. Menambah konsumsi serat untuk pasien, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.
e. Membatasi konsumsi protein diet moderat (0,6-0,8 gram / kg sehari) untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan diabetes nephropathy
2. Terapi Farmakologi
a. Butuh terapi peningkat kontrol glikemik untuk memperlambat perkembangan nefropati diabetik ke stadium akhir penyakit ginjal
Control diabetes dan komplikasinya mengungkapkan bahwa kontrol glikemik yang ketat, diukur sebagai rata-rata hemoglobin A1c dari 7% (versus control konvensional dengan rata-rata hemoglobin A1c 9%).  Kontrol glikemik yang ketat dikaitkan dengan penurunan dalam pengembangan mikro dan macroalbuminuria dalam studi kohort primer dan kohort sekunder. Dilakukan terapi insulin untuk kontrol glikemik yang lebih baik. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Gangguan fungsi ginjal yang berat butuh insulin untuk mengurangi kerja ginjal. Insulin yang dipakai yaitu insulin glargine 18 unit setiap jam tidur dan insulin lispro 5 unit sebelum makan.
b. Butuh terapi antihipertensi yang tepat
Kontrol agresif tekanan darah juga memainkan peran penting dalam mengurangi perkembangan diabetes nefropati. Menurunkan tekanan darah pada level di bawah 130/80 mmHg dapat membantu untuk menumpulkan cedera glomerulus dengan mengurangi transmisi tekanan arteri sistemik ke glomerulus. Normalnya untuk penderita diabetes tekanan darahnya yaitu 130/80 mmHg. Penggunaan angiotensin-converting enzyme inhibitor dan antagonis reseptor angiotensin di pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 jelas memperlambat perkembangan gagal ginjal stadium akhir pada pasien dengan nefropati diabetik melalui beberapa efek, antara lain: mengurangi tekanan kapiler glomerulus, menyebabkan antagonisme efek langsung dari angiotensin II pada pengembangan glomerulosklerosis dan fibrosis interstitial, dan berpotensi meningkatkan efek menguntungkan dari oksida nitrat pada ginjal. Pasien memiliki tekanan darah 152/93 mmHg sehingga termasuk hipertensi stage 1. Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan antihipertensi golongan ACE inhibitor karena golongan obat ini merupakan terapi yang digunakan untuk pasien hipertensi. Obat yang dipilih yaitu Captopril 50 mg 3 kali sehari. Penggunaan amlodipin (golongan CCB) dihentikan.
c. Penggunaan statin penurun lipid penghambatan reduktase aldosa dan bentuk akhir glikosilasi.
Dilakukan penambahan agen ntuk menurunkan kolesterol total karena pasien mengalami hiperkolesterolemia. Simvastatin yang digunakan yaitu 10 mg diminum pada malam hari. Bila kadar kolesterol total masih tinggi bisa dinaikkan hingga dosis maksimum yaitu 40 mg/hari.
d. Mengganti gliburide dengan golongan lain
Gliburide merupakan obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Selain itu, glyburide berinteraksi dengan dengan insulin. Obat yang masih dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang termasuk golongan sulfonilurea yaitu glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat. Obat yang disarankan yaitu tolbutamid 500 mg sehari sekali.
e. Dilakukan penyesuaian dan penggunaan yang tepat Ibuprofen
NSAID meningkatkan rata-rata tekanan darah 5 mmHg. Ibuprofen merupakan salah satu obat yang menghasilkan peningkatan besar. Ada sedikit bukti bahwa interaksi klinis yang signifikan terjadi pada kebanyakan pasien yang memakai Calcium Channel Blocker. Penggunaan hati-hati telah direkomendasikan. Ia telah mengemukakan bahwa penggunaan NSAID harus seminimum mungkin pada pasien dengan hipertensi. Efek mungkin lebih besar pada orang tua dan pada mereka dengan tekanan darah yang relatif tinggi, serta pada mereka dengan asupan garam yang tinggi. Sehingga, penggunaan ibuprofen pada pasien ini harus diminimalkan dengan cara penggunaan jika diperlukan dan dosis disesuaikan.
f. Ditambahkan diuretik untuk mengatasi pembengkakan
Diberikan diuretik untuk membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh dengan membuang cairan  sehingga pembengkakan dapat diatasi.
g. Ditambahkan terapi untuk mengatasi anemia
Ditambahkan suplemen erythropoietin dan zat besi

IX. KIE
a. Berhenti merokok untuk mengurangi perkembangan nefropati diabetik.
b. Mengurangi jumlah konsumsi yang banyak mengandung lemak dan kolesterol serta protein.
c. Mengurangi makan garam menjadi < 2,3 natrium atau <6 g NaCl sehari
d. Giat melakukan aktivitas fisik ringan seperti aerobik untuk mengurangi faktor resiko kardiovaskular
e. Setelah mengonsumsi obat penurun tekanan darah dan penurun gula darah seperti, hindari melakukan aktivitas berat. Disarankan untuk istirahat.
f. Menyarankan meminum obat dengan rutin
Ketidakpatuhan pasien merupakan salah  satu  penyebab kegagalan terapi, karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman pasien tentang obat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan obat untuk terapinya
g. Menghindari stress yang berlebihan
Stress dapat meningkatkan kadar gula darah dan tekanan darah. Berasal dari kondisi fisik, misalnya nyeri, kurang tidur, pekerjaan, pengaruh obat obatan dan lainnya.
h. Disarankan untuk melakukan skrining pasien dengan diabetes mellitus / tes mikroalbuminuria tahunan
i. Disarankan untuk melakukan skrining pasien dengan diabetes mellitus proteinuria
j. Disarankan untuk minum susu yang kaya akan kalsium dan vitamin D.

X. INFORMASI OBAT
a. Kaptopril
Obat ini diminum tiga kali sehari satu tablet 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan pagi,siang, dan sore.
Tidak boleh digunakan bersamaan dengan obat antasida karena dapat mengurangi absorbsi dari obat ini dan tidak boleh digunakan bersamaan dengan obat NSAID yaitu Na diklofenak karena akan mengurangi efek dari obat kaptopril ini dan dapat menambah resiko hiperkalemia.
Jangan gunakan suplemen kalium atau pengganti garam tanpa konsultasi resep. Dapat menyebabkan pusing, pingsan (gunakan hati-hati saat mengemudi atau terlibat dalam tugas-tugas yang membutuhkan kewaspadaan sampai respons terhadap obat diketahui), hipotensi postural (berhati-hati ketika naik dari berbaring atau posisi duduk atau naik tangga), atau mual, muntah, sakit perut, mulut kering, atau kehilangan nafsu makan sementara (dapat dikurangi dengan sering makan makanan kecil, mengisap pelega tenggorokan dapat membantu atau mengunyah permen karet dapat membantu).
b. Tolbutamid
Obat ini dapat diminum dua kali sehari satu tablet setelah makan  yaitu pada makan pagi dan sore.
Efek samping obat ini dapat menyebabkan hypoglykemi, oleh sebab itu harus dipantau kadar gula darah pasien dan setelah minum obat ini diusahakan tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat.
Hindari minum alkohol.
Pasien mungkin akan lebih sensitif terhadap sinar matahari maka gunakan sunscreen, pakaian pelindung dan kacamata, dan menghindari sinar matahari langsung. Efek samping selama minggu pertama terapi (sakit kepala, mual, diare, sembelit, anoreksia) dan efek samping yang parah atau berkelanjutan antra lain muntah atau gejala seperti flu, ruam kulit, mudah memar atau berdarah, atau perubahan warna urin atau feses
c. Simvastatin
Simvastatin merupakan obat yang menurunkan kadar kolesterol (hipolidemik)
Secara invivo simvastatin akan dihidrolisa menjadi metabolit aktif. Mekanisme kerja dari metabolit aktif tersebut adalah dengan cara menghambat kerja 3-Hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase), dimana enzim ini mengkatalisa perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat yang merupakan langkah awal dari sintesa kolesterol.
Kontraindikasi dengan pasien yang hipersensitif terhadap simvastatin atau komponen obat, penyakit hati aktif atau peningkatan transaminase serum yang menetap yang tidak jelas penyebabnya
Efek samping adalah abdominal pain, konstipasi, flatulens, astenia, sakit kepala, miopati, rabdomiolisis. Pada kasus tertentu terjadi angioneurotik edema.
Efek samping lain yang pernah dilaporkan pada golongan obat ini :
- Neurologi : disfungsi saraf cranial tertentu, tremor, pusing, vertigo, hilang ingatan, parestesia, neuropati perifer, kelumpuhan saraf periferal.
- Reaksi hipersensitif:anafilaksis, angioedema, trombositopenia, leukopenia, anemia hemolitik.
- Gastrointestinal : anoreksia, muntah.
- Kulit : alopecia, pruritus.
- Reproduksi : ginekomastia, kehilangan libido, disfungsi ereksi.
- Mata : mempercepat katarak, optalmoplegia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baxter, K. 2010. Stockley’s Drug Interactions Pocket Companion 2010. London : Pharmaceiutical Press.
2. Cippole, R. J, Strand, L . M, Morley, P. C. 1998. Pharmaceutical Care Practice. New York : McGraw-Hill.
3. Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C, Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Seventh Edition. New York : McGraw-Hill.
4. Perazella, M. A. 2002. A 58-Year-Old Man with Diabetes Mellitus and Nephrotic Syndrome. Hospital Physician. 39-42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar